Tuesday, April 3, 2018

Kumpulan Soal Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Tentang Subjek Hukum-Tafsir Akad

Standard

TUGAS KOMPILASI HUKUM EKONOMI SYARIAH
“HASIL DISKUSI BUKU KOMPILASI HUKUM EKONOMI SYARIAH HALAMAN 1-26”

Tugas ingin disusun untuk memenuhi tugas pada Mata Kuliah
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah

Dosen Pengampu
AH. Azharuddin Lathif, M.Ag., M.H



Disusun Oleh Kelompok 7 :
Winanda Fikri Panemiko                                           11150440000011
Muhammad Zaki Mubarok                                        11150440000126
Ilham Andika                                                              11150440000144


PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M / 1439 H


HASIL DISKUSI KHES SUBYEK HUKUM – TAFSIR AKAD
  
      1 .      Pada usia berapa seseorang dapat dikatakan cakap hukum? Mengapa?
Jawaban : Bahwa seseorang dikatakan cakap melakukan perbuatan hokum dalam hal telah mencapai umur paling rendah 18 tahun atau sudah pernah menikah (Pasal 2 ayat (1) KHES)
      2  .     Apakah jual-beli yang dilakukan anak dibawah 18 tahun sah secara hukum? Mengapa?
Jawaban : Bahwa anak yang berada di bawah 18 tahun atau belum pernah menikah dipandang belum cakap melakukan perbuatan hukum (Pasal 1 ayat (4) KHES). Namun, anak tersebut dapat mengajukan permohonan pengakuan cakap melakukan perbuatan hukum kepada pengadilan (Pasal 3 ayat (1) KHES). Atau pihak keluarga dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk menetapkan wali bagi yang bersangkutan (Pasal 5 ayat (1) KHES). Dan dijelaskan juga bahwa Muwalla (orang yang mendapat perwalian) dapat melakukan perbuatan hukum yang menguntungkan dirinya, meskipun tidak mendapat izin wali (Pasal 9 ayat (1) KHES).
      3 .      Apa yang dimaksud pengusahaan benda?
Jawaban : Pengusahaan benda adalah hak seseorang atau badan usaha yang berbadan hukum atau tidak berbadan hukum untuk mendayagunakan benda, baik miliknya maupun milik pihak lain. (Pasal 1 ayat (18) KHES).
      4.      Fungsi seorang kurator dalam hal kepailitan adalah sebagai? Terdapat pada pasal?
Jawaban : Kurator merupakan wali bagi badan hukum yang dinyatakan taflis/pailit berdasarkan putusan pengadilan yang berfungsi untuk melakukan perbuatan hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan, untuk kepentingan terbaik bagi muwalla (dalam hal ini badan hukum yang pailit) (Pasal 1 ayat (7) KHES).
      5.      Sebutkan wewenang pegngadilan dalam menetapkan perwalian?
Jawaban : Pengadilan berwenang untuk menetapkan pewalian bagi orang yang dipandang tidak cakap melakukan perbuatan hukum (Pasal 6 ayat (1) KHES).
Pengadilan berwenang untuk menetapkan orang untuk bertindak sebagai wali sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (Pasal 6 ayat (2) KHES).
Pengadilan dapat menetapkan orang yang berutang berada dalam perwalian berdasarkan permohonan orang yang berpiutang (Pasal 7 KHES)
Pengadilan berwenang menetapkan pewalian bagi orang yang tindakannya menyebabkan kerugian orang banyak. (Pasal 8 KHES)
     6.      Apa yang dimaksud dengan muwalla? Dalam hal apa saja muwalla dapat melakukan perbuatan hukum?
Jawaban : Muwalla adalah seseorang yang belum cakap melakukan perbuatan hukum, atau badan usaha yang dinyatakan taflis/pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 1 ayat (6) KHES).
Muwalla dapat melakukan perbuatan hukum yang menguntungkan dirinya, meskipun tidak mendapat izin wali (Pasal 9 ayat (1) KHES).
Muwalla tidak dapat melakukan perbuatan hukum yang merugikan dirinya, meskipun mendapat izin wali (Pasal 9 ayat (2) KHES).
Keabsahan perbuatan hukum muwalla atas hak kebendaannya yang belum jelas akan menguntungkan dirinya atau merugikan diirnya bergantung pada izin wali (Pasal 9 ayat (3) KHES).
Apabila terjadi perselisihan antara muwalla dengan wali sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1), muwalla dapat mengajukan permohonan ke pengadilan untuk ditetapkan bahwa yang bersangkutan memiliki kecakapan melakukan perbuatan melakukan hukum (Pasal 9 ayat (4) KHES).
      7 .      Sebut dan jelaskan azas dan prinsip kepemilikan amwal!
Jawaban : Asas pemilkian amwal adalah : Amanah, Infiradiyah, Ijtima’iyah, dan Manfaat.
a.       Amanah, bahwa pemilikian amwal pada dasarnya merupakan titipan dari Allah SWT untuk didayagunakan bagi kepentingan hidup. (Pasal 17 butir (a) KHES)
b.      Infiradiyah, bahwa pemilikan benda pada dasarnya bersifat individual dan penyatuan benda dapat dilakukan dalam bentuk badan usaha atau korporasi. (Pasal 17 butir (b) KHES)
c.       Ijtima’iyah, bahwa pemilikan benda tidka hanay memiliki fungsi pemenuhan kebutuhan hidup pemiliknya, tetapi pada saat yang sama di dalamnya terdapat hak masyarakat. (Pasal 17 butir (c) KHES)
d.      Manfaat, bahwa pemilikan benda pada dasarnya diarahkan untuk memperbesar manfaat dan mempersempit madharat. (Pasal 17 butir (d) KHES)
Prinsip pemilikan amwal adalah sebagai berikut :
a.       Pemilikian yang penuh, menimbulkan adanya kepemilikan manfaat dan tidak dibatasi waktu. (Pasal 19 butir (a) KHES)
b.      Pemilikan yang tidak penuh,, mengharuskan adanya kepemilikan manfaat dan dibatasi waktu. (Pasal 19 butir (b) KHES)
c.       Pemilikan yang penuh tidak bias dihapuskan, tetapi bias dialihkan. (Pasal 19 butir (c) KHES)
d.      Pemilikan syarikat yang tidak penuh sama dengan kepemilikan terpisah tasharrufnya. (Pasal 19 butir (d) KHES)
e.       Pemilikan syarikat yang penuh ditasharrufkan dengan hak dan kewajiban secara proporsional. (Pasal 19 butir (e) KHES)

    8 .      Apa perbedaan akad dengan wa’ad?
Jawaban : Akad adalah kesepakatan dalam suatu perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk melakukan dan atau tidak melakukan perbuatan hukum tertentu. (Pasal 20 ayat (1) KHES)
Sedangkan Wa’ad adalah janji yang dilakukan secara sepihak dan tidak berdampak hukum bagi yang melakukan atau tidak melakukan perbuatan hukum tertentu.
   9. Setelah mempelajari asuransi syariah, apakah definisi asuransi syariah yang terdapat pada KHES telah sesuai dengan prinsip-prinsip asuransi syariah? Mengapa?
Jawaban : Tidak sesuai, karena dalam Buku II Pasal 20 ayat (26) KHES masih menggunakan konsep asuransi konvensional, karena dalam definisinya masih menggunakan istilah “pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung”. Maka jelas dalam definisi tersebut masih menggunakan konsep transfer of risk bukan share of risk.   
   10.  Mengapa tidak boleh ada paksaan dalam akad?
Jawaban : Karena paksaan mengakibatkan seseorang melakukan perbuatan hukum bukan berdasarkan atas dirinya, sehingga bertentangan dengan persyaratan padal pasal 29 ayat (1) KHES dan termasuk akad yang fasad karena terdapat segi paksaan yang merusak akad tersebut. (Pasal 28 ayat (2) KHES). Dan pemaksaaan yang dapat menyebabkan batalnya akad adalah :
a.       Pemaksa mampu untuk melaksanakannya (Pasal 32 butir (a) KHES)
b.      Pihak yang dipaksa memiliki persangkaan kuat bahwa pemaksa akan segera melaksanakan apa yang diancamkannya apabila tidak mematuhi perintah memaksa tersebut. (Pasal 32 butir (b) KHES)
c.       Yang diancamkan menekan dengan berat jiwa orang yang diancam. Hal ini tergantung kepada orang perorang  (Pasal 32 butir (c) KHES)
d.      Ancaman akan dilaksanakan secara serta merta  (Pasal 32 butir (d) KHES)
e.       Paksaan bersifat melawan hukum  (Pasal 32 butir (e) KHES)

11.  Hal-hal apa saja yang dikategorikan sebagai keadaan memaksa dalam akad?
Jawaban : Keadaan memaksa atau darurat adalah keadaan dimana salah satu pihak yang mengadakan akad terhalang untuk melaksanakan prestasinya. (Pasal 40 KHES). Adapun hal-hal yang dikategorikan sebagai keadaan memaksa adalah sebagi berikut :
a.       Peristiwa yang mneyebabkan terjadinya darurat tersebut tidak terduga oleh para pihak. (Pasal 41 butir (a) KHES)
b.      Peristiwa tersebut tidak dapat dipertanggung jawabkann kepada pihak yang harus melaksanakan prestasi. (Pasal 41 butir (b) KHES)
c.       Peristiwa yang menyebabkan darurat tersebut di luar kesalahan pihak yang harus melakukan prestasi. (Pasal 41 butir (c) KHES)
d.      Pihak yang harus melakukan prestasi tidak dalam beriktikad buruk. (Pasal 41 butir (d) KHES)

12.  Apabila perkataan di dalam akad tidak dapat dimengerti oleh pihak yang berakad maka hal apa yang dapat dilakukan adalah?
Jawaban : Sebagaimana ketentuan Pasal 52 KHES bahwa, apabila suatu kata tidak dapat dipahami baik secara tersurat maupun tersirat, maka kata tersebut diabaikan.

0 Comment:

Post a Comment

Kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan