Sunday, November 25, 2018

Contoh Surat Gugatan Tanah

Standard



SURAT GUGATAN

Nomor                 : 03/SG-BNA/IX/2014
Lampiran            : Surat Kuasa
Perihal                 Surat Gugatan Tanah

Kepada
Ketua Pengadilan Negeri
Kota Bandung
Jalan Teratai Merah 3 Raya No. 1 Kota Bandung

Dengan hormat,

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, Endro Fikri Amiruddin, S.H, Advokat dan Penasihat hukum pada kantor pengacara EFA AND PARTNERS ASSOSIATION LAW   No. Reg. Izin Praktek: 07/5423/PPP/Perp/XII/2002 berkantor di Raya Dukuh Manis 5 No. 1 – 3, Bandung 3544, berdasarkan surat kuasa tertanggal 14 September 2016 terlampir ,bertindak untuk dan atas nama Aninda Putri Hanny, bertempat tinggal di J Jalan Limau Asam 5 Gg. Manis No. 40B Kelurahan Arah Timur kecamatan Melodi Indah Kota Bandung, dalam hal ini telah memilih tempat kediaman hukum (domisili) di kantor kuasanya tersebut di atas, hendak  mengajukan surat gugatan ini, selanjutnya akan disebut Penggugat.

Dengan ini penggugat hendak mengajukan gugatan terhadap :
Andhika Rinaldo, umur   55  tahun, pekerjaan karyawan swasta, agama  islam,  tempat  tinggal  Jalan  Merica Putih 3 No. 5 RT.10/RW.03 kelurahan Guwari kecamatan Dukuh Asih Kota Bandung.

Adapun mengenai duduk persoalannya adalah sebagai berikut :
·         Bahwa    Penggugat memiliki sebidang tanah yang  terletak  di Sukamaju Raya Km 200,3 No 110A Kabupaten Bandung dengan luas 480 m2 (empat ratus delapan puluh meter persegi),
·         Bahwa  tanah dimaksud penggugat peroleh dari almarhum Bapak Teddy Gunawan, Ayah Penggugat, pada Tahun 2014 sebagai warisan keluarga dan sertifikatnya telah langsung dibalik nama atas nama suami penggugat, yaitu Fikri Abdurochim,
·         Bahwa Pada Tahun 2016 Bulan Februari, ketika Penggugat akan mendirikan rumah pada tanah tersebut, ternyata sudah ada bangunan milik tergugat yang diakui oleh tergugat adalah milik tergugat dengan sertifikat keluran Tahun 2000,
·         Bahwa  Penggugat sudah berkali-kali minta kepada Tergugat agar berkenan mengembalikan tanah dan mengecek keaslian sertifikat yang dimilikinya di Dinas Badan Pertanahan Nasional tetapi tidak ada tanggapan yang positif,
·         Bahwa karena tanah terperkara dikuasai oleh Tergugat, maka demi menghindari agar tanah terperkara tidak dialihkan ke pihak -pihak lain dan terjaminnya pelaksanaan putusan pengadilan, maka penggugat memohon agar Yang Mulia Ketua Pengadilan Negeri Kota Bandung berkenan kiranya meletakan sita jaminan (conservatoir beslaag) atas tanah terperkara.

Berdasarkan dalil-dalil yang sudah dikemukakan penggugat tersebut di atas, maka dengan ini izinkanlah penggugat mengajukan permohonan kepada Yang Mulia Ketua Pengadilan Negeri Kota Bandung agar berkenan kiranya memanggil para pihak pada suatu hari yang ditetapkan untuk keperluan itu, memeriksa, mengadili serta memberikan keputusan dengan amarnya berbunyi sebagai berikut:
Primair :
1.       Menyatakan menerima dan mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya;
2.       Menyatakan/menetapkan secara hukum penguasaan tanah terperkara oleh Tergugat sebagai perbuatan melawan hukum;
3.       Menyatakan/menetapkan tanah perkara sebagai harta milik penggugat sebagai warisan Almarhum Bapak Teddy Gunawan kepada Penggugat;
4.       Menyatakan/menetapkan sah dan berharga sita jaminan (concervatoir beslaag) yang diletakkan di atas tanah terperkara sebagaimana yang dimaksudkan;
5.       Menghukum Tergugat untuk menyerahkan tanah tanah terperkara dalam keadaan kosong sebagaimana semula.
6.       Menghukum tergugat I s/d IV untuk membayar biaya perkara yang sudah dikeluarkan.

Atau:

Subsidair :
Apabila Majelis Hakim Yang Mulia berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono)



Bandung, 16 September 2016
Hormat kami Kuasa Hukum Penggugat.



Endro Fikri Amiruddin, S.H

Resume Artikel Generasi Millenial : The Urban Middle-Class Millenials Indonesia Financial and Online Behavior

Standard


The Urban Middle-Class Millenials Indonesia
Financial and Online Behavior

Pengantar
Telah dilakukan beberapa kajian terkait generasi millennials kelas menengah urban yang menyatakan, bahwa generasi ini 10 sampai 20 tahun mendatang akan memegang peranan penting di berbagai aspek. Survey yang pertama muncul adalah populasi generasi millennials, menurut data BPS, saat ini populasi generasi millennials mencapai 50% jumlah penduduk produktif dan pada tahun 2020 hingga 2030 dieprkiraan sudah mencapai 70% penduduk produktif. Hasil riset yang kedua adalah mengenai ciri khusus generasi ini, salah satu bentuk tulisan yang menggambarkan generasi ini adalah “Indonesia 2020: The Urban Middle-Class Millenials” yang dipublikasi oleh Alvara Research Center.
Digambarkan bahwa genereasi millennials kelas menengah urban adalah generasi yang memiliki 3 ciri khusus, yaitu Creative, Confidence, dan Connected. Ciri creative ini dapat dilihat dari cara berpikir yang out of the box, kepercayaan yang tinggi dalam mengungkapkan pendapat tanpa ragu ragu menunjukkan ciri confidence, kemudian kegiatan berselancar di media sosial menjadi generasi ini lengkap dengan cirinya yang terakhir, yaitu connected.
Dalam situasi yang seperti ini, generasi millennial pasti harus diimbangin dengan kemampuan financial yang cukup. Oleh karena itu Alvara Research Center mencoba untuk mengkaji perilaku generasi millennials kelas menengah urban melalui berbagai sisi. Terutama dalam hal perilaku kepemilikan produk keuangan, perilaku transaksi keuangan, perilaku investasi, perilaku penggunaan internet dan perilaku penggunaan transportasi online.
Diharapkan hasil riset dan kajian yang dilakukan oleh Alvara Research Center ini akan menjadi sumber yang penting bagi para marketer di masa mendatang. Karena berdasarkan hasil riset, pada tahun 2020 populasi generasi millenials kelas menengah urban akan mencapai 35 juta jiwa atau 13% dari populasi.

Metodologi Riset
Agar hasil riset yang didapatkan memiliki tingkat siginifikasnsi yang tinggi terhadap generasi millenials kelas menengah urban ini, maka riset ini mengguanakan metode kuantitatif yang akan dilakukan di 6 kota besar, yaitu Jabodetabek, Surabaya, Medan, Makassar, Bandung dan Semarang. Sedangkan objek penelitiannya berada di rentang usia 20-34 tahun, sedangkan untuk mendeskripsikan kelas menengah dapat dilihat melalui pengeluaran per bulan minimal $2 hingga $20 per hari.
Survey ini akan dilaksanakan pada tanggal 1 hingga 15 Oktober 2016, dengan total 600 responden menggunnakan metode multistage random sampling. Dibantu juga dengan survey wawancara dengan panduan kuesioner, agar data yang didapat tidak melebih 4% margin of error.

Profil Responden
Berdasarkan data yang didapat dari BPS, menyatakan bahwa Jabodetabek adalah kota yang paling banyak memiliki penduduk muda, diikuti oleh kota Surabaya dnan Medan. Sedangkan dari sisi gender, 55,1% responden adalah wanita dan  44,9% responden adalah pria.
Untuk mendapatkan hasil data yang maksimal, maka perlu diklasifikan rentang usia generasi millenials, secara umum generasi millennials adalah generasi yang lahir pada tahun 1981 hingga tahun 2000, sehingga rentang usia generasi millennials saat ini berkisar antara 16 hingga 36 tahun. Sehingga dapat diklasifikasikan dengan kelompok usia 20-24 tahun, kelompok usia 25-29 tahun, dan kelompok usia 30-34 tahun. Secara berturut-turut jumlah responden sebanyak 28,3%, 35,5%, dan 36,2%.

Perilaku Keuangan
Untuk mengetahui bagaimana sikap generasi millenials terhadap keuangan, kita dapat mengetahuinya melalui perilaku daya beli mereka. Karena generasi millennial identic dengan sifat konsumtif, maka perlu diimbangi dengan pengetahuan dan pengaplikasian terhadap produk keuangan dan produk apa yang sudah dimiliki saat ini. Karena pemahaman terhadap produk keuangan ini akan sangat berpengaruh terhadap transaksi jual-beli yang mereka lakukan.
Tingkat pengetahuan mereka terhadap produk ini disebut juga dengan awareness. Awareness sendiri dapat dibagi menjadi 3 tingkatan. Yang pertama adalah top of mind (TOM), yaitu tingkat yang paling tinggi, dimana pruduk menjadi hal yang paling diingat dan melekat oleh konsumen. Yang kedua adalah spontaneous, yaitu produk yang diingat sampai tidak ingat lagi. Yang ketiga adalah prompted, yaitu jika produk yang diingat harus dibantu untuk mengingat terlebih dahulu.

Melek Produk Keuangan
Generasi millennials adalah generasi yang sudah meelek terhadap produk keuangan, hal ini dapat dilihat melalui total awareness terhadap produk keuangan yang sudah mencapai angka 785%. Hal ini dapat disimpulkan bahwa setidaknya setiap orang memiliki pengetahuan terhadao 8 produk keuangan. Tingkat awareness yang tertinggi adalah tentang produk tabungan, sebanyak 79,8%. Disusul dengan jenis produk keuangan yang lainnya, seperti asuransi kesehatan, deposito, kartu kredit, dan kredit kepemilikan rumah (KPR).
Meskipun asuransi kesehatan bukan menjadi produk dengan tingkat awareness tertinggi, tetapi pengetahuan tentang asuransi kesehatan mencapai tingkat spontaneous dengan angka 41,1%. Hal ini berarti generasi millennials sudah sadar akan pentingnya jamiman kesehatan pada usia yang masih muda.

Mulai Memprioritaskan Jaminan Kesehatan
Meskipun asuransi kesehatan hanya menjadi kepemilikan terbesar kedua setelah tabungan, berdasarkan data setidaknya 48,5% sudah memiliki asuransi kesehatan. Hal ini tidak berarti mengurangi nilai asuransi kesehatan dibanding tabungan. Justru pada usia yang masih muda dengan memiliki asuransi kesehatan, menjadi indikasi bahwa generasi millennials adalah generasi yang berpikir visioner karena memperhatikan kesehatannya di masa mendatang, mengingat karena mahalnya biaya kesehatan saat ini.
Kabar gembira bagi perusahaan asuransi di Indonesia, karena generasi millennials inilah yang akan meningkatkan pertumbuhan industri asuransi nantinya. Bahkan PwC telah melakukan suvrey, bahwa perusahaan asuransi pada tahun 2016 akan meningkat 15 persen lebih pertumbuhannya.
Namun secara keseluruhan, generasi millennials setidaknya memiliki 3 produk keuangan dengan persentase 286,1%. Secara kelompok usia, produk keuangan yang dimiliki pun sedikit berbeda. Dikalangan usia mudia produk keuangan seperti kredit kendaraan bermotor lebih diminati disbanding kelompok usia tua. Sedangkan kelompok usia tua lebih meminati jenis prosuk keuangan seperti tabungan deposito berjangka, asuransi jiwa, kartu kredit, KPR dan asuransi mobil. Perbedaan minat ini juga dimungkinkan karena karir dan keuangan yang sedang dijalani.

Masih Pilih-Pilih Soal Investasi
Pada masyarakat modern ini, investasi bukanlah menjadi hal yang tabu, atau hanay dapat dilakukan oleh orang-orang berduit saja. Hal ini dapat dilihat dari awarenss genereasi millennial terhadap jenis-jenis investasi yang ditawarkan. Mulai dari yang konvensional seperti emas dan propertim hingga yang modern, seperti saham, reksadana, valas, obligasi, dan future indeks.
Berdasarkan hasil yang didapatkan dari para responden, menyatakan bahwa produk investasi yang paling banyak diminati oleh generasi ini adalah produk emas dan properti. Meskipun dengan kepemilikan produk yang masih terbatas, tetapi dapat diketahui bahwa mereka sudah merencanakan keuangan mereka.

Perilaku Penggunaan Internet
Menurut Maslow, saat ini internet sudah menjadi kebutuhan primer yang dapat disandingkan dengan  sandang, pangan, dan papan. Hal ini dapat dilihat pada karakter generasi millennials kelas menengah urban, yaitu selalu ter-connected dengan internet. Yang menjadikan ciri ini sebagai ciri generasi millennials dikarenakan lingkungan internet yang selalu menemani dalam tumbuh kembangnya.

Generasi yang Mulai Kecandaun Internet
Asosiasi Pengguna Jasa Internet Indonesia (APJI) telah mengadakan riset terhadap konsumen internet dari kalangan muda sampai tua. Hasil riset tersebut membuktikan bahwa jumlah konsumsi internet kalangan generasi tua (30-34 tahun) lebih rendah dibanding dengan kalangan generasi millenials kelas menengah urban (usia 20-24 tahun dan 25-30 tahun) yang menggunakan internet mayoritas antara 1 hingga 6 jam perhari atau dapat kita sebut sebagai medium user dan heavy user. Dengan data tersebut kita dapat mengetahui bahwa generasi ini memilki indikator kecanduan yang sangat tinggi, hal ini dapat dilihat melalui jumlah addicted user yang kebanyakan diisi oleh kategori usia muda.

Acces Internet di Setiap Tempat
Pada tahun 90an hingga 2000, personal computer (PC) memang menjadi device untuk mengakses internet yang paling banyak digunakan, namun seiring berkembangnya zaman, PC mulai digantikan posisinya oleh notebook dan smartphone. Alasannya adalah karena PC sulit untuk dibawa karena bentuk yang cukup besar dan harus terkoneksi dengan listirk, sedangkan smartphone memiliki bentuk yang kecil, ringan, mudah dibawa, dan murah.
Haisl riset lain menemukan bahwa smartphone menjadi device yang paling banyak dipaaki untuk mengakses internet. Ditambah lagi dengan berkembangnya teknologi wifi, maka smaprtphone semakin tidak tergantikan posisinya oleh device yang lain, karena dapat terkoneksi dimanapun dan kapanpun.

Tak Bisa Lepas dari Chatting dan Media Sosial
Temuan riset menyatakan bahwa generasi millenials kelas menengah urban adalah generasi yang social media minded. Hal ini dapat dilihat dari data jumlah penggunaan fitur terbanyak pada smartphone, data menunjukkan bahwa instant messenger dan social media menjadi fitur yang yang paling banyak digunakan pada smartphone. Karena dengan fitur tersebut user sudah dapat melakukan semuanya.
Beberapa alasan memeilih social media antara lain, social media menjadi sarana komunikasi dengan teman dan kolega. Selain itu, social media juga menjadi sarana aktualisasi diri dan eksistensi. Dengan social media, mereka mengkomunikasikan setiap aktifitas mereka. Sosial media bukan saja digunakan untuk saling bertegur sapa tetapi juga untuk ajang menumpahkan ekpresi, perasaan serta pemikiran.

Acces Internet di Setiap Waktu
Temuan lain dalam riset ini menunjukkan bahwa internet sudah menjadi pengantar tidur bagi generasi millenials kalangan urban menengah, hal ini dapat diketahui dari puncak waktu akses penggunaan internet, yaitu pada jam 18:00 hingga 22:00 WIB.
Sehingga hal demikian membawa efek yang kurang baik bagi generasi ini, terutama kebiasan meletakkan smartphone disamping tempat tidur karena tertidur begitu saja.

Musik Menjadi Hiburan Favorit
Bagi generasi millenials kalangan urban menengah, musik menjadi hiburan yang paling diminati, selain film dan games. Karena musik bisa membawa suasana sesuai perasaan saat menikmatinya, selain itu musik juga lebih mudah untuk dinikmati live streaming dan lebih mudah di download, disbanding film dan games. Berdasarkan hasil riset pada generasi ini, menyatakan 66,3% responden pernah mengakses musik selama 1 tahun terakhir, 61,1% pernah menikmati musik secara live streaming, dan 50,2% responden pernah mendownload musik.

Mulai Terbuka Dengan Belanja Online
Pada riset ini ditemukan bahwa generasi millenials kalangan urban menengah sangat terbuka dengan jual-beli online. Karena dengan adanya konsep jual-beli online ini, generasi ini semakin dimanjakan dengan fasilitas yang menghemat waktu dan energi untuk pergi ke tempat perbelanjaan. Data menunjukkan bahwa 26,3% responden setidaknya pernah melakukan transaksi online selama 6 bulan terakhir dan 97% responden menyatakan pernah menjual secara online. Dapat disimpulkan bahwa generasi millenials kalangan urban menengah ini menjadi pasar bagi e-commers.

Perilaku Penggunaan Transportasi Online
Fenomena transportasi online juga menjadi alat transportasi generasi ini. Faktor terbesar yang menjadikan transportasi online sebagai pilihan generasi millenials kalangan urban menengah di Jakarta ini adalah kemacetan. Karena Jakarta adalah kota besar yang sangat padat, maka persaingan bisnis transportasi online ini semakin menggurita.
Hasil survey menyatakan bahwa 75,7% generasi millenials kalangan urban menengah di Jakarta pernah menggunakan transportasi online, 52% diantaranya memilih go-jek dan 47% memilih grab-bike. Dan 95% responden lebih memilih transportasi roda 2 dibanding roda 4 untuk mengatasi kemacetan. Mengenai metode pembayaran mayoritas masih mengguankan uang tunai.

Kesimpulan
Berdasarkan beberapa uraian yang sudah disajikan diatas, dapat diketahui bahwa generasi millenials kalangan urban menengah ini adalah generasi yang memiliki ciri creative, confidence, dan connected.
Diperkirakan pada tahun 2020, generasi ini akan mencapai 35 juta jiwa. Oleh karena itu, generasi ini akan menjadi sasaran utama bagi industri keuangan. Hanya saja, karena karakteristik generasi ini adalah going digital, maka perusahaan atau produk yang ditawarkan haruslah berbasis digital, karena sebagian besar waktunya di internet. Oleh karena itu perusahaan yang tidak bisa menawarkan teknologi dalam produknya bersiap saja akan tergerus oleh waktu.

Essay "Guru Honorer: Pahlawan Tanpa Tanda Terima Kasih"

Standard

            Sejak dulu, seorang guru selalu dikatikan dengan julukan “pahlawan tanpa tanda jasa”. Sayapun sudah mendengar kalimat tersebut sejak saya memasuki sekolah dasar sekitar 15 tahun yang lalu. Sungguh tinggi rasanya mendapat julukan tersebut di tengah masyarakat Indonesia sejak dahulu. Guru begitu dipuji, disenangi, bahkan dihormati di kalangan masyarakat. Saya sebagai seorang siswa juga amat menghormati profesi guru. Karena guru adalah pembangun generasi bangsa ini untuk menjadi lebih baik melalui jalan pendidikan. Walaupun menjadi seorang guru itu tidak mudah dan harus mengemban tugas negara berat, tetapi masih banyak yang mencita-citakan profesi ini sejak dulu hingga saat ini. Termasuk juga dengan ratusan ribu guru honorer yang masih tetap setia mengabdi untuk negeri dengan sejumlah polemik yang dialami.
            Guru honorer adalah guru yang berstatus tidak tetap di sebuah sekolah atau yayasan. Tugas mereka hampir sama dengan tugas guru pada umumnya. Walaupun dalam mengajar, guru tetap memiliki jadwal mengajar sesuai dengan SK yang mereka dapatkan, namun tidak dengan guru honorer yang fleksibel dalam mengajar serta terkadang mengganti kelas kosong jika guru tetap berhalangan. Tidak banyak perbedaan yang bisa dilihat dengan mata telanjang. Mungkin perbedaan yang nyata dari guru honorer dan guru tetap ada pada 3 hal pokok ini, yaitu ‘status’, ‘perlakuan’, dan ‘kesejahteraan.
            Secara tidak sadar dan kasat mata, memang ada sebuah strata sosial yang tercipta dari sebuah sekolah. Walaupun tidak saling ejek satu sama lain, tetapi memang ini tercipta dengan sendirinya oleh mereka. Kasus yang sering terjadi adalah ketika yang merasa lebih tinggi meminta tolong kepada yang dirasa lebih rendah. Sialnya, mereka tidak bisa menolak walaupun tak ada imbalan apapun pada akhirnya. Menurut apa yang pernah saya alami dan tanyakan kepada beberapa guru honorer, mereka seringkali dimintai bantuan untuk melakukan sesuatu. Parahnya lagi, guru tetap juga menyuruh guru honorer untuk membuatkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) mereka. Ada yang dimintai tolong untuk menggantikan mengajar walau tidak dibayar. Sehingga banyak kasus yang membuat seorang guru honorer memiliki jadwal mengajar yang lebih dari apa yang formalnya ditugaskan.
            Hal lainnya adalah tentang kesejahteraan mereka. Di beberapa daerah dan sekolah, masih banyak guru honorer yang menerima gaji yang tidak humanis di zaman mentropolis ini. Banyak dari mereka masih tidak menerima gaji sesuai dengan UMR yaitu hanya sekitar Rp. 250.000 - Rp. 500.000 saja sebulan. Mungkin untuk memenuhi kebutuhan sebulanpun tidak cukup, belum lagi untuk membeli kuota, bahan bakar, dan biaya operational untuk mengajar di sekolah sangat jauh dari kata cukup. Karena gaji juga merupakan salah satu faktor kualitas serta rasa ikhlas guru dalam mengajar.
            Jadi, setelah perubahan zaman dari dulu hingga kini, dari julukan ‘guru oemar bakri’ pada masa orde baru hingga perjuangan guru honorer, masih banyak PR yang dimiliki pemerintah untuk mensejahterakan dan mengatasi masalah-masalah guru di dunia pendidikan. Guru harus lebih dapat perhatian dari pemerintah karena peran mereka sangat penting untuk membangun bangsa ini. Sebaiknya, guru honorer yang lebih lama pengabdiannya harus lebih didahulukan untuk diangkat menjadi guru tetap. Supaya kualitas pendidikan di Indonesia membaik, juga kesejahteraan mereka yang juga bisa lebih baik. Sehingga sebutan “Pahlawan tanpa tanda jasa” benar-benar mereka miliki di dalam profesi yang mereka geluti dan banggakan menjadi seorang guru.

Penulis : Rangga Krisna Saputra (Mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Pendidikan Ganesha - Singaraja)

Surat Pernyataan Masuk Islam

Standard


الإسلام عند الله الدين إن
Sesungguhnya Agama yang diakui disisi Alloh adalah Agama Islam
( Surah Ali Imran Ayat 19 )
PERNYATAAN MEMELUK AGAMA ISLAM
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
Dengan Ini Saya ( Nama )      :
 Tempat Tanggal lahir :
Alamat Sekarang                     :
Pekerjaan                                 :
Agama sebelumnya                 :
Dengan kesadaran dan keikhlasan hati menyatakan memeluk Agama Islam, dengan mengucap Dua Kalimat Syahadat :
اَشْهَدُ اَنْ لاَاِلهَ اِلاَّالله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
“ ASYHADU ALLA ILAHA ILLALLOH, WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAR RASULULLOH”
Artinya: Aku bersaksi, bahwa tidak ada Tuhan selain Alloh, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah Utusan Alloh.
Setelah memeluk Agama Islam, nama panggilan saya menjadi:


Dinyatakan di        :
Foto 3 x 4                                                                         Pada Tanggal         :
Yang menyatakan,

(                                         )
Penuntun         :                                                                      (................................)
Saksi I              :                                                                      (................................)
Saksi II            :                                                                      (................................)











Hukum Keluarga di Dunia Islam : Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Mesir, Arab Saudi, Singapura, dan Tunisia

Standard

1.      Bagaimana perkembangan hukum perkawinan di Indonesia, Malaysia, Brunei, dan Mesir.
Jawab :
a.      Indonesia
Dalam hukum keluarga di Indonesia perkawinan mendapatkan perhatian tersendiri. Secara substantif, hukum perkawinan Indonesia merupakan penjabaran hukum perkawinan dalam Islam. Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, wajar jika bangsa Indonesia menjadikan Islam sebagai rujukan perundang-undangan, termasuk dalam perkawinan.[1]
Secara historis, perkembangan hukum keluarga Islam dapat dibagi menjadi 3 fase :
1)      Perkembangan dan Pembaharuan Hukum Keluarga Islam Pra Penjajahan
Pada masa ini hukum Islam terutama hukum keluarga sudah menjadi hukum yang berkembang dan menyatu dalam keseharian umat Islam pada waktu itu. Hal ini dapat dilihat dari fakta sejarah Kerajaan Banjar waktu itu.
Perkembangan hukum Islam di Banjar semakin pesat terasa dengan keberadaan para mufti dan qadhi yang bertugas sebagai penasehat kerajaan dalam bidang agama dalam menangani masalah-masalah yang berkenaan dengan hukum keluarga dan perkawinan dari rakyat yang berada di bawah pemerintahan kerajaan Banjar.[2]
2)      Perkembangan dan Pembaharuan Hukum Keluarga Islam pada Masa Penjajahan

a.       Masa Penjajahan Belanda
Di masa penjajahan Belanda hukum perkawinan yang berlaku adalah Compendium Freijer, yaitu kitab hukum yang berisi aturan-aturan hukum Perkawinan dan hukum waris menurut Islam. Sementara untuk Landraad di Semarang tahun 1750 dibuat Compendium tersendiri. Sedang untuk daerah Makassar oleh VOC disahkan suatu Compendium sendiri. Pada masa ini hukum Islam merupakan hukum yang berlaku bagi masyarakat.
Selanjutnya, muncul Rancangan Ordonansi Perkawinan Tercatat (Ontwerp Ordonantie op de Ingeschreven Huwelijken) bulan Juni tahun 1937, yang memberikan konsekwensi hukum pada warga pribumi sebagai berikut:
·         Seorang laki-laki tidak diperkenankan menikah dengan lebih dari satu orang isteri.
·         Sebuah hubungan perkawinan tidak dapat putus kecuali dengan tiga sebab; meninggalnya salah satu pasangan, perginya salah satu pasangan selama dua tahun lebih dan tidak diketahui kabar tentangnya sementara pasangan lainnya mengadakan perkawinan lagi dengan orang lain atas ijin pengadilan, dan adanya putusan perceraian dari pengadilan.
·         Setiap perkawinan harus dicatatkan dalam catatan sipil.
Adanya Ordonasi beserta tiga konsekwensinya di atas memunculkan banyak protes dari masyarakat, khususnya umat islam, karena mempunyai konsekwensi yang bertentangan dengan ajaran agama Islam.
b.      Masa Penjajahan Jepang
Kebijakan Jepang terhadap peradilan agama tetap meneruskan kebijakan sebelumnya. Kebijakan tersebut dituangkan dalam peraturan peralihan Pasal 3 undang-undang bala tentara Jepang (Osamu Sairei) tanggal 7 Maret 1942 No.1. hanya terdapat perubahan nama pengadilan agama, sebagai peradilan tingkat pertama yang disebut “Sooryoo Hooim” dan Mahkamah Islam Tinggi, sedangkan tingkat banding disebut “kaikyoo kootoohoin”.[3]
3)      Masa Pasca Kemerdekaan
Setelah merdeka, pemerintah RI telah membentuk sejumlah peraturan perkawinan Islam. Di antaranya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk.
Kemudian muncul Undang-undang No. 1 Tahun 1974, maka telah terjadi perubahan fundamental terhadap kodifikasi hukum barat. Karena Undang-undang No. 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa ketentuan-ketentuan perkawinan yang diatur dalam Burgerlijk Wetboek (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) tidak berlaku lagi.[4]
Ditambah lagi dengan mencuat kepermukaan bermula dari diakuinya peradilan agama (PA) secara resmi sebagai salah satu pelaksana “judicial power” dalam negara hukum melalui Pasal 10 UndangUndang No. 14 Tahun 1970. Lebih lanjut, kedudukan, kewenangan atau yurisdiksi dan organisatorisnya telah diatur dan dijabarkan dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1989, Undang-Undang No. 3 Tahun 2006, yang mempunyai kewenangan mengadili perkara tertentu: (1) perkawinan, (2) waris, (3) wasiat, (4) hibah, (5) wakaf, (6) infaq, (7) shadaqah, (8) zakat dan (9) ekonomi syari’ah, bagi penduduk yang beragama Islam.[5]

b.      Malaysia
Di Malaysia, Islam dinyatakan sebagai agama resmi, namun demikian Negara menjamin bahwa setiap kelompok agama berhak mengurusi masalahnya sendiri. Apabila orang non-Islam dilindungi secara konstitusional dan legal, maka muslim berada dibawah hukum Islam, dimana Sultan yang mengurus kepentingan mereka dan pengadilan agama digunakan untuk mengawasi agama tersebut.Teks pasal yang berkenaan dengan ini menyebutkan:
Hukum Islam serta hukum pribadi dan keluarga dari orang-orang beragama Islam, termasuk hukum Islam yang berkenaan dengan warisan, ada tidaknya warisan, pertunangan, perkawinan, perceraian, perwalian, pemberian, pembagian harta benda dan barang-barang yang dipercayakan, wakaf Islam, penentuan dan pengaturan dana sosial dan agama, penunjukan wali dan pelembagaan orang-orang berkenaan dengan lembaga-lembaga agama dan sosial Islam yang seluruhnya beroperasi di dalam negara, adat Melayu, zakat fitrah, dan baitul mal atau pendapatan Islam yang serupa dengan itu.
Jadi dalam situasi ini Islam adalah agama negara sedangkan hukum Islam mengatur tingkah laku orang-orang yang beriman, namun secara konstitusional kelompok agama lain juga diberi kebebasan untuk melaksanakan agama mereka menurut kehendak mereka. Mayoritas muslim di Malaysia adalah pengikut madzab Syafi’i, hal ini lebih jelas lagi dalam praktek kehidupan beragama khususnya berhubungan dengan hukum Islam seperti dalam hukum keluarga dan warisan masih tetap mengikuti aliran madzab tersebut. Walau demikian dalam realitasnya penentuan praktek hukum Islam ini harus atas kendali SultanSultan yang memimpinnya mengingat Semenanjung Malaysia pada waktu itu memang dikuasai beberapa kerajaan Islam yang dipimpin langsung oleh Sultan seperti di kerajaan Johor, Malaka, Kelantan dan Trengganu.
Selama penjajahan Inggris, sistem regulasi terjadi perubahan di mana bentuk dan peraturan lokal yang berhubungan dengan praktek hukum Islam seperti pengadila syari’ah tentang perkawinan, perceraian dan kewarisan mengikuti model Inggris. Keadaan seperti ini berlanjut sampai Malaysia meraih kemerdekaannya. Setelah dapat melepaskan diri dari Inggris dan pemerintahan Malaysia berbentuk federal 1963, telah banyak usaha untukmerespon masyarakat untuk membuat Undang-Undang Hukum Keluarga seperti di Negara bagian Johor dan Trengganu yaitu Administrasi UU Hukum Islam dan juga negara bagian lainnya seperti Kedah, Malaka, Negeri Sembilan, Penang, Perlak, Perlis dan Selangor dengan administrasi UU hukum muslim. Begitu juga di negara bagian Serawak dan Sabah di mana muslim minoritas, tetap memberlakukan UU Mahkamah Melayu 1915.
Selama tahun 1983-1985 terjadi usaha untuk menyegarkan legislasi di Malaysia dalam bidang Hukum Keluarga yang diterapkan di beberapa negara bagian. Undang-undang Hukum Keluarga Islam 1984 ini berisi 135 pasal yang terbagi dalam 10 bagian.12 Usaha penyeragaman UU Keluarga Islam di Malaysia pernah dilakukan yang diketuai oleh Tengku Zaid. Tugas komite ini adalah membuat draf UU Keluarga Islam. Setelah mendapat persetujuan dari majelis raja-raja, draf ini disebarkan kepada negara bagian untuk dipakai sebagai UU Keluarga. Sayangnya tidak semua negeri menerima isi keseluruhan UU tersebut. Kelantan Misalnya melakukan perbaikan atas draf. Akibatnya UU Keluarga Islam yang berlaku di Malaysia tidak seragam sampai sekarang.
Perbedaan di atas bisa saja diakibatkan masing-masing negara bagian mempunyai tujuan sendiri dalam pembentukan UU-nya. Bagi Perlak, Selangor, Negeri Sembilan dan Akta Wilayah pembentukan UU perkawinan daerah ini bertujuan untuk menguba beberapa hal di bidang perkawinan, perceraian, nafkah, hadanah dan perkara lain yang berhubungan dengan kehidupan keluarga, maka pembentukan di sini hanya mengubah sebagian saja. Sedangkan UU keluarga bertujuan untuk menyatukan UU yang berkaitan dengan keluarga Islam dalam berbagai bidang dan perkara supaya menjadi lebih mengikat.
Berarti UU ini bertujuan untuk membuat suatu peraturan yang komprehensif dan agar UU tersebut dipatuhi dan diikuti. Sementara Kelantan selain untuk penyatuan juga untuk meperbaharui UU yang ada. Akhirnya tujuan pembentukan Perundangan di bidang perkawinan di Malaysia adalah untuk meninggikan status wanita dan mengubah peraturan hukum syari’ah mengenai keluarga.[6]
c.       Brunei Darussalam
Sebelum datangnya Inggris, Undang-Undang yang dilaksanakan di Brunei ialah Undang-Undang Islam yang telah dikanunkan dengan hukum qanun Brunei. Hukum Qanun Brunei tersebut sudah ditulis pada masa pemerintahan Sultan Hassan (1605-1619 M) yang disempurnakan oleh Jalilul Jabbar (1619-1652 M).
Pemberian kekuasaan di bidang hukum secara penuh baru diberikan kepada Inggris setelah ditandatanganinya perjanjian pada 1888 dalam Artikel VII yang membuat aturan :
1)      Bidang kuasa civil dan jinayah kepada jawatan kuasa Inggris untuk mengendalikan kes rakyat, kes rakyat asing dari negara-negara jajahan Inggris dan kes rakyat negara lain jika mendapat persetujuan kerajaan negara mereka.
2)      Bidang kuasa untuk menghakimkan kes yang melibatkan rakyat Brunei jika rakyat Brunei dalam kes tersebut merupakan seorang penuntut atau pendakwa. Tetapi jika didalam sesuatu kes tersebut, rakyat Brunei adalah orang yang dituntut atau didakwa maka kes itu akan diadili oleh Mahkamah Tempatan.
Kekuasaan yang lebih luas lagi dalam bidang hukum diberikan setelah  adanya perjanjian tahun 1906. Dengan perjanjian tersebut Inggris lebih leluasa mendapat kekuasaan yang luas untuk campur tangan dalam urusan per-UU-an, Pentadbiran keadilan dan kehakiman, masalah negara dan pemerintahan kecuali dalam perkara-perkara agama Islam.
Karena undang-undang adat dan kedudukan hukum syara' dirasa tidak begitu jelas, kesultanan Brunei memberi petisi kepada Pesuruh Jaya British pada 2 Juli 1906 yang isinya menuntut:
1)      Setiap kasus yang berkaitan dengan agama Islam diadili oleh hakim-hakim setempat.
2)      Meminta agar adat-adat dan undang-undang setempat tidak dirombak, dipindah, dan dilanggar selama-lamanya.
Dari kedua petisi ini, yang disetujui oleh Inggris hanya masalah nomor  satu dan ditindaklanjuti dengan mengembangkan Mahkamah Syari'ah yang akan mengendalikan urusan-urusan agama Islam. Sedangkan yang kedua ditolak, penolakan itu didasarkan pada tujuan perjanjian 1906 adalah untuk memperbaiki adat dan undang-undang setempat sebagai langkah untuk menyelamatkan Brunei dari kehilangan-kehilangan wilayahnya.
Untuk seterusnya Mahkamah Syari'ah Brunei hanya dibenarkan melaksanakan undang-undang Islam yang berikatan dengan perkara-perkara kawin, cerai, dan ibadat (khusus) saja. Sedangkan masalah yang berkaitan dengan jinayat diserahkan kepada undang-undang Inggris yang berdasarkan Common Law England.
Peraturan dan perundang-undangan di Brunei terus menerus dirombak, seperti pada tahun 1912 majelis Masyuarat Negeri telah mengundangkan undang-undang agama Islam yang dikenal dengan "Muhammadan’s Marriages and Divorce Enactement." Sampai yang terakhir yaitu dengan diundangkannya Undang-Undang Majelis Ugama, Adat Negeri dan Mahkamah Kadi tahun 1955, yang telah berlaku pada tanggal 1 Januari 1956. Setelah tahun itu berturut-turut Undang-Undang mengalami amandemen yaitu mulai tahun 1957, 1960, 1961, dan 1967.
 Ketika terjadi Revision Laws of Brunei pada tahun 1984, undang-undang ini pun mengalami revisi tapi hanya sedikit saja disamping namanya ditukar dengan akta Majelis Agama dan Mahkamah Kadi Penggal 77.
Undang-Undang Keluarga Islam Brunei yang terdapat dalam Undang-Undang Majelis Ugama Islam dan Mahkamah Kadi Penggal 77 bentuk dan kandungannya masih sama dengan Undang-Undang Majelis Ugama Islam, Adat Negeri dan Mahkamah Kadi No. 20/1955. Dalam undang-undang tersebut masalah hukum keluarga Islam diatur hanya 29 Bab yaitu di bawah aturan-aturan Marriage and Divorce di bagian VI yang diawali dari pasal 134-156, dan Maintenance of Dependent di bagian VII yang dimulai dari pasal 157-163. [7]
d.      Mesir
Kodifikasi dan pembaruan hukum keluarga terjadi di Mesir pada tahun 1920. Ini ditandai dengan diundangkannya UU No 25/1920 mengenai hukum keluarga dan penjagaan (Law of Maintenance and Personal Status/ Qanun al-Ahwal al-Shakhsiyyah wa al-siyanah). Reformasi hukum di Mesir ini terus terjadi secara berkelanjutan sehingga awal tahun 1950an. Lembaga hukum di Mesir secara bertahap melakukan reformasi hukum yang berpengaruh penting terhadap hukum keluarga (perkawinan dan waris). UU no 25 Tahun 1920 ini kemudian diikuti oleh undang-undang lain seperti UU No. 56/1923 mengenai batasan usia perkawinan, UU no. 25/1929 mengenai aturan perceraian dan pertengkaran dalam rumah tangga, disusul oleh kitab undang-undang sipil/perdata (civil code) tahun 1931, UU no. 77/1943 mengenai hukum waris, dan UU no 71/1946 mengenai hukum wasiat. Setelah itu, kurun waktu 1960an sampai 1970an, berbagai peristiwa politik juga ikut menentukan terjadinya reformasi hukum keluarga. Reformasi hukum keluarga pada tahun 1970an ditandai dengan dikeluarkannya aturan undang-undang mengenai kewenangan kepada lembaga peradilan memaksa fihak-fihak (suami) untuk membayar uang pemeliharaan kepada isteri-isteri, janda-janda, anak-anak, ataupun orang tua pada tahun 1976.[8]
2.      Kenapa dalam hukum perkawinan mesti ada ketentuan umur menikah dan kenapa berbeda usia perkawinan antar Negara?
Jawab:
Mark E. Cammack mengutarakan masalah pengaturan usia minimal kawin merupakan bagian dari tujuan Pemerintah untuk mengurangi problem-problem perkawinan seperti pernikahan di bawah umur yang menghambat kemajuan negara. Selain itu, proyek unifikasi hukum perkawinan ditujukan untuk persatuan Indonesia ber-ideologi Pancasila, sekaligus untuk memenuhi tuntutan kemodernan sebagaimana telah dilakukan oleh negara-negara lain.
Pada tahap selanjutnya dapat diketahui bahwa unifikasi hukum keluarga Islam di Indonesia sangat ditentukan oleh paham uniformisme yang berkembang pada saat itu. Paham ini banyak dipegang oleh elite Pemerintahan sebagai alasan penyatuan peraturan perkawinan secara nasional, karena sesuai dengan cita-cita ideal negara merdeka.
Paham uniformisme bagian dari respons terhadap kemerdekaan dan tuntutan modernitas, mengingat negara Indonesia menganut sistem hukum civil law, bukan negara agama. Dengan demikian, hukum perkawinan khususnya pengaturan usia minimal kawin menjadi unsur penting untuk pembangunan sistem hukum dan pembangunan generasi ke depannya, terlebih lagi untuk memuluskan proyek negarauntuk membawa masyarakat menuju bangsa modern, berbudaya, sesuai dengan semangat Pancasila sebagai ideologi negara.
Pengaturan masalah usia minimal kawin yang tercantum dalam UndangUndang Perkawinan merepresentasikan jalinan kohesif antara kepentingan negara dan agama. Usia minimal kawin awalnya tidak terlembaga, kemudian muncul dalam bentuk baru berupa peraturan yang harus disepakati secara nasional, bahkan menjadi syarat perkawinan menurut negara.
Rencana awal penetapan batas usia minimal kawin bagi para pasangan tertera pada Pasal 7 ayat (1) Rancangan Undang-Undang Perkawinan Tahun 1973. Dalam RUU tersebut dinyatakan batas minimal usia kawin adalah 21 tahun bagi laki-laki dan 18 tahun bagi perempuan.29 Namun demikian, karena RUU ini menuai perdebatan yang rawan dengan konflik,30 akhirnya pembahasan mengenai hal ini ditunda.
Gejolak dan potensi konflik berakhir setelah diresmikan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Standar usia minimal kawin sebagaimanatercantum pada Pasal 7 ayat (1), pada akhirnya diturunkan dari 21 tahun menjadi 19 tahun bagi laki-laki.31 Negara menetapkan peraturan perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Jika terdapat penyimpangan di bawah ketentuan, maka masyarakat berhak mengajukan dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain yang berkepentingan.32 Artinya, ketentuan usia minimal kawin dalam RUU Perkawinan 1973 diubah oleh Undang-Undang Perkawinan yang disahkan Tahun 1974.[9]
Dalam beberapa kasus di  berbagai negara, tidak semua perkawinan.  Batas  usia perkawinan sesuai dengan batas  usia perkawinan tidak selamanya konsisten dengan realitas masyarakat, artinya banyak  kasus perkawinan di bawah  usia perkawinan  sebagaimana yang telah disepakati di setiap  negara.
Dapat dipahami bahwa penerapan  usia  perkawinan di berbagai negara bervariasi.  bahkan di sebagian negara memberlakukan  usia perkawinan tidak sesuai dengan batasan  usia normal perkawinan sebagaimana yang  telah diregulasikan. Hal ini menunjukkan  bahwa perbedaan penerapan usia perkawian  di berbagai negara tersebut tergantung  kepada mazhab fikih yang dianut dijadikan  pedoman Negara.[10]

3.      Perihal Perkawinan Beda Agama, bagaimana ketentuan hukum di Indonesia, Malaysia, Brunei, Singapura dan Mesir? Berikan Argumentasi dan Dasar Hukum
Jawab :
a.      Indonesia
Pasal 2 ayat (1) undang-undang perkawinan No.1 Tahun 1974 mengatakan perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya. Dalam penjelasannya selanjutnya disebutkan bahwa tidak ada perkawinan diluar hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, sesuai dengan undang-undang dasar 1945.
Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dinyatakan pula bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut perundang-undangan yang berlaku.
Dalam rumusan ini diketahui bahwa tidak ada perkawinan di luar hukum masing-masing agama dan kepercayaan. Dengan demikian, menurut penjelasan pasal-pasal tersebut bahwa setiap perkawinan yang  dilaksanakan dalam wilayah hukum Indonesia harus dilaksanakan dalam satu jalur agama, tidak boleh dilangsungkan perkawinan masing-masing agama, dan jika terjadi maka hal tersebut merupakan pelanggaran terhadap konstitusi
b.      Malaysia
Larangan perkawinan beda Agama di Malaysia didasarkan pada ketentuan yang termuat dalam seksyen 51 Akta pembaharuan UU ( Perkawinan dan Perceraian) 1976 sebagaimana disebutkan :
Jika salah satu pihak kepada suatu perkahwinan telah masuk Islam, pihak yang satu tidak masuk Islam boleh untuk perceraian. Dengan syarat bahwa tiada suatu permohonan dibawah syeksen boleh diserahkan sebelum tamat tempo tiga bulan dari tarikh masuk Islam itu.
c.       Brunei
Tidak ditemukan aturan mengenai larangan nikah beda agama dalam peraturan Mahkamah Kadi Penggal 77.
d.      Singapura
Singapura merupakan salah satu negara yang memperbolehkan perkawinan beda agama. Singapura
merupakan negara sekular menjadi netral dalam permasalahan agama, dan tidak mendukung orang beragama maupun orang yang tidak beragama.
Mereka memperlakukan semua penduduknya sederajat, meskipun agama mereka berbeda-beda, dan juga menyatakan tidak melakukan diskriminasi terhadap penduduk beragama tertentu. Singapura juga tidak memiliki agama nasional.
Persyaratan utama untuk dapat melangsungkan perkawinan di Singapura adalah yang bersangkutan harus tinggal di singapura minimal 20 hari berturut-turut. Setelah memenuhi persyaratan tersebut, calon pengantin baru mulai dapat mengurus administrasinya secara on line di gedung Registration for Merried. Pemerintah Singapura memberikan layanan perkawinan dengan pendaftaran on line baik bagi warga negara Singapura, permanent resident, maupun foreigner 100%.[11]
e.       Mesir
Di Mesir, perkawinan beda agama diatur sesuai hukum Islam, yakni menurut pendapat terkuat dalam madzhab hanafi. Terdapat lembaga pencatat perkawinan yang khusus mencatatkan perkawinan campuran, termasuk perkawinan beda agama, yaitu Maktab at-Tausiq. Kemudiab lembaga eradilan perkara keluarga menyatu di Mahkamah al-Usrah, tidak ada perbedaan antara pasangan yang seagama dan pasangan yang berbeda agama.[12]
4.      Bagaimana Fiqih masuk dalam hukum perkawinan di Indonesia, Brunei, dan Malaysia. Berikan Contoh konsep fiqih dan ketentuan hukum perkawinan di Negara tersebut.
Jawab :
a.      Indonesia
Lebih jauh nuansa-nuansa pembaharuan hukum Islam di Indonesia dapat dicermati dalam beberapa bidang, yaitu dalam bidang perkawinan, kewarisan dan perwakafan. Dalam bidang  perkawinan, misalnya, terdapat beberapa bentuk pembaharuan  seperti pencatatan perkawinan, batas usia kawin, persetujuan calon  mempelai, izin poligami, perceraian di depan sidang pengadilan,  dan semua tindakan hukum yang merupakan upaya-upaya untuk mewujudkan perkawinan dengan segala akibat hukumnya.
KHI misalnya, telah mengatur secara lengkap tentang  rujuk, baik yang bersifat normatif, teknis maupun administratif,  yaitu diatur dalam Bab XVIII Pasal 163, 164, 165 dan 166, sedang  secara teknis diatur dalam Pasal 168 dan 169. Persoalan yang bukan  bersifat normatif tidak disinggung dalam Undang-undang No. 1  Tahun 1974 maupun Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975.  Sedangkan yang bersifat teknis dan administratif, KHI hanya  memperkuat ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam Permenag  No. 3 Tahun 1975, bahkan hampir semua kata yang dipakai sama.  Hal ini dapat dimaklumi karena KHI dibuat untuk memperkokoh  atau mencari rujukan undang-undang atau peraturan-peraturan  sebelumnya dan menambah yang belum ada. Oleh karena itu,  materi KHI tidak hanya terbatas pada satu mazhab, tetapi beberapa mazhab. Pasal 163 (2) point b menegaskan bahwa rujuk tidak  dapat dilakukan jika perpisahan itu terjadi disebabkan zina yang  pelaksanaannya berdasarkan putusan Pengadilan Agama. Pasal  ini juga menegaskan bahwa rujuk dapat terjadi dengan putusnya  perkawinan berdasarkan putusan Pengadilan Agama dengan satu  atau beberapa alasan. Dalam hal ini, KHI tidak menyebutkan  secara rinci, selain zina dan  khulu’ . Alasan-alasan ini bersifat  umum, yakni dapat berwujud istri tidak diberi nafkah, istri  selalu disakiti, suami pergi tanpa ada berita dan suami dipenjara.  Tentang bunyi Pasal 163 (2) point b, kompilasi berbeda dengan  kebanyakan ulama. Menurut KHI, alasan yang dapat dimasukkan  ke dalam talak raj’i yang dapat dilakukan rujuk hanya talak yang diputuskan pengadilan karena suami tidak memberi nafkah, sebagaimana pendapat Hanafiyah.
Dalam kenyataan lebih konkret, terdapat beberapa produk  peraturan perundang-undangan yang secara formil maupun  material tegas memiliki muatan yuridis hukum Islam, antara  lain:
UU No. 1 Tahun 1974 tentang Hukum Perkawinan
Juga terdapat peraturan-peraturan lain yang berada di bawah  Undang-undang, antara lain:
1)      PP No.9 Tahun 1975 tentang Petunjuk Pelaksanaan UU  Hukum Perkawinan
2)      Inpres No.1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam  (yang mencakup hukum perkawinan, kewarisan, dan wakaf  Islam).[13]
b.      Brunei
Brunei Darussalam merupakan negara yang berdasar pada syari'at Islam. Konstitusi Brunei Darussalam berdasar aliran pada Ahlus Sunnah wal jama’ah dan bermazhab Syafi’i. Hal ini berdampak pada peraturan yang berlaku yang disandarkan pada fiqh Syafi'i di setiap aspeknya.  Namun demikian, dalam beberapa aturan hukumnya yang tidak diatur dalam hukum keluarga, warga Negara Brunei tetap mempunyai hak untuk memilih (takhayyur) atas beberapa mazhab fikih lain selain mazhab Syafi’i.[14]
Misalnya saja peraturan mengenai wali nikah, pada pasal 139 Penggal 77 disebutkan bahwa, Persetujuan kedua belah pihak dalam perkawinan sangat diperlukan. Di samping itu, wali pengantin perempuan pun harus memberikan persetujuan atau Kadi yang mempunyai kewenangan bertindak sebagai wali raja atau apabila tidak terdapat wali nasab atau wali nasab tidak menyetujui dengan alasan yang tidak masuk akal.
Aturan perwalian ini dikenal dalam mazhab Syafi’i, dimana seorang wanita yang mau menikah harus mendapatkan izin dari walinya. Demikian pula berlaku di Negara Brunei yang mengharuskan adanya wali dari sebuah pernikahan. Namun, tidak dijelaskan lebih jauh apakah keharusan adanya wali diperuntukkan bagi calon mempelai yang masih gadis saja, atau juga berlaku bagi seorang janda.
c.       Malaysia
Hukum perkawinan di Malaysia, kecuali Perlis, secara resmi menjadikan mazhab Syafi"i' sebagai anutan. Untuk memperkuat kedudukan mazhab Syafi'l', di beberapanegara bagian ditentukat1 bahwa orang Islam  yangt idak bennazhab Syafi'i dilarang tmtuk duduk di dalam majlis, sebagaimana tercemrin di dalam seksyen 5 (6) Majlis Agama Islam Negeri Johor. Majlis bertugas antara lain menyampaikan  fatwa.W alaupun  demikian,  ada  beberapa  aturan  yang tampaknya tidak sejalan dengan teks-teks fiqih Syafi'iyah, mungkin sebagian materinya telah diambil dari fiqih Hanafi, seperti yang diperlihatkan di dalam Undang-undang Keluarga Islam Wilayah Persekutuan, Act Tahun 1984. Sedangkan di pihak lain Kelantan telah mengambil sikap yang lebih konservatif. Negeri ini mempertahankan kemurnian mazhab Syafi'i.
Di Malaysia sumber terpenting adalah enakmen-enakmen, Akta dan Undang tmdang sebagai berikut: (a) Enakmen Keluarga Islam Nomor 4 Tahun 1984 ( Selangor); (b) Enakmen Keluarga Islam Nomor 3 Tahun 1987 (Pahang); (c) Enakmen Keluarga Islan1 Nomor 2 Tahun 1985 (Pinang); (d) Enakmen Keluarga Islam Nomor Nomor 7 Tahun 1983 (Negeri Sembilan); (e) Undang-undang Mahkamah Syariah Serawak Order 1991; (f) Akta 303 Tahtm 1984 (Wilayah Persekutuan), (g) Enakmen Keluarga Islam Nomor 1 Tahun 1983 (Kelantan), dan (h) Undang-undang Keluarga Islam nomor 13 Tahun 1984 (Perak).[15]

5.      Kenapa poligami di Tunisia menjadi hukum terlarang, sementara di Indonesia dan Arab Saudi memperbolehkan, apa makna filosofis dibalik ketentuan ini.
Jawab :
Dalam pasal 18 Undang-Undang hukum keluarga di Tunisia menyatakan:
a.       Poligami dilarang, siapa saja yang telah menikah sebelum perkawinan pertamanya benar-benar berakhir, lalu menikah lagi, akan dikenakan hukuman penjara selama satu tahun atau denda sebesar 240.000 malim atau kedua-duanya.
b.      Siapa yang telah menikah, melanggar aturan yang terdapat pada UU No. 3 Tahun 1957  yang berhubungan dengan aturan sipil  dan kontrak pernikahan kedua, sementara ia masih terikat perkawinan, maka akan dikenakan hukuman yang sama.
c.       Siapa yang dengan sengaja menikahkan seseorang  yang dikenai hukuman, menurut ketentuan yang tak resmi, ia bisa juga dikenakan  hukuman yang sama.
Undang-Undang di atas secara tegas menetapkan bahwa poligami dilarang. Larangan ini konon mempunyai landasan hukum pada ayat  Alquran, yang menyatakan bahwa seorang laki-laki wajib menikah dengan seorang istri jika dia yakin tidak mampu berbuat adil kepada istri-istrinya yaitu dalam surat an-Nisa ayat 3:
“ Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”(Q.S. an-Nisa [4] : 3).

 Ayat di atas telah dibatasi oleh ayat al-Qur’an itu sendiri yaitu:
         “ Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat Berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu Mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. “(Qs. An-Nisa’:129).
Dengan demikian, idealnya al-Quran adalah monogami, lebih dari itu syarat yang diajukan supaya suami berlaku adil terhapad istri-istrinya, hal seperti ini adalah suatu kondisi yang sangat sulit, bahkan tidak mungkin dapat terealilasi sepenuhnya.[16]
Ada dua alasan yang dikemukakan Tunisia melarang poligami: Pertama, bahwa institusi budak dan poligami hanya boleh pada masa perkembangan atau masa transisi umat Islam, tetapi dilarang pada masa perkembangan atau masyarakat berbudaya; dan Kedua, bahwa syarat mutlak bolehnya poligami adalah kemampuan berlaku adil pada istri, sementara fakta sejarah membuktikan hanya Nabi SAW. yang mampu berlaku adil terhadap istri-istrinya.[17]
6.      Bagaimana konsep fiqh masuk dalam hukum perkawinan di Arab Saudi.
Jawab :
Dilihat dari segi hukum yang berlaku, bahwa semua aturan hukum yang berlaku di Arab Saudi itu harus sesuai dengan syariat Islam, yakni al-Qur’an dan sunnah. Atau minimal aturan-aturan itu tidak kontradiksi dengan syariat Islam, seperti tradisi yang berkembang di masyarakat Saudi (‘urf/’adat). Kita akui bagi masyarakat Saudi sterilisasi adat sangat kuat dibandingkan dengan negara-negara lain, dan dari ketentuan ini tidak ada ketentuan lain. Karena itu, John L. Esposito mengatakan bahwa, “sekalipun bentuk kerajaan bukan lembaga yang bersifat Islam, tapi kerajaan itu diberi landasan Islam yang rasional bahwa seluruhnya, bahkan juga raja, tunduk kepada hukum Islam. Al-Qur’an dan syariat memberikan basis dan struktur fundamental bagi Negara: konstitusi, hukum, dan peradilan”.
Hukum keluarga (ahwal al-syakhshiyyah) dalam bidang hukum perkawinan negara Arab Saudi ternyata hingga sekarang ini masih belum tertulis (uncodified law), atau belum dikodifikasikan sebagaimana negara-negara muslim lainnya. Hukum perkawinan Saudi didasarkan pada kitab-kitab fiqih madzhab yang dianut resmi oleh negara, yakni madzhab Hanbali. Pelaksanaan perkawinan dan hal-hal lain yang terkait dengan hukum perkawinan seperti batas usia perkawinan, perwalian, poligami, perceraian (talak), rujuk, hak asuh anak akibat perceraian, dan kewarisan, pada umumnya ditangani oleh ulama, dan/atau institusi keagamaan setempat yang dianggap berkompeten menangani masalah keagamaan umat Islam.[18]



[1] Eko Setiawan, Dinamika Pembaharuan Hukum Keluarga, de Jure, Jurnal Syariah dan Hukum, Volume 6 Nomor 2, Desember 2014, hlm. 139
[2] Fatah Hidayat, Dinamika Perkembangan Hukum Keluarga, AN NISA'A, VOL. 9, No. 2, Desember 2014, h., 4.
[3] Nafi’ Mubarok: Sejarah hukum Perkawinan Islam di Indonesia, AL-HUKAMA The Indonesian Journal of Islamic Family Law Volume 021, Nomor 02, Desember 2012. h,. 146-147
[4] Nafi’ Mubarok: Sejarah hukum Perkawinan Islam di Indonesia, AL-HUKAMA The Indonesian Journal of Islamic Family Law Volume 021, Nomor 02, Desember 2012. h,. 156
[5] Eko Setiawan, Dinamika Pembaharuan Hukum Keluarga, de Jure, Jurnal Syariah dan Hukum, Volume 6 Nomor 2, Desember 2014, hlm. 144
[6] Miftahul Huda, Ragam Argumentasi Ketentuan Wali Nikah Dan Poligami (Studi atas Hukum Keluarga Negara-Negara Muslim Modern)
[7] Abdul Qadir Zaelani, Hukum Keluarga di Negara-Negara Muslim Modern, (Bandar Lampung : Anugrah Utama Raharja (AURA), 2013), h,. 16-17.
[8] Ijtihad, Jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan, Vol.14 /No.1 /Juni 2014 hlm 8
[9] Ahmad Masfuful Fuad, Ketentuan Batas Minimal Usia Kawin: Sejarah, Implikasi  Penetapan Undang-Undang Perkawinan Petita, Volume 1  Nomor 1,  April 2016  hl  41
[10] Achmad Asrori, Batas Usia Perkawinan Menurut Fukaha  Dan Penerapannya Dalam Undang Undang Perkawinan Di Dunia Islam, Al-‘Adalah Vol. Xii, No. 4, Desember 2015, hl 40-41
[11] Badan Pembinaan Hukum Nasional(BPHN) Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia, Pengkajian Hukum Tentang Perkawinan Beda Agama ( Perbandingan Beberapa Negara), 2011, h., 44.
[12] Husnul Khitam, Skripsi Perkawinan Beda Agama di Indonesia dan Mesir, h., vii.
[13] Chamim Tohari, Fiqh Keindonesiaan : Transformasi Hukum Islam dalam Sistem Tata Hukum di Indonesia, ANALISIS: Jurnal Studi Keislaman, Volume 15, Nomor 2, Desember 2015 hl. 426
[14] Mohammad Fairuzzabady, Hukum Islam di Dunia Islam Modern, h,. 6.
[15] Abdul Hadi, Disertasi: Fiqih Mazhab Syafi’I dalam Peraturan Perundang-Undangan tentang Perkawinan di Indonesia, Brunei, dan Malaysia, Yogyakarta, 11 Desember, 2000, h, 6.
[16] Jurnal Rhida Maulana, Juni 2017, h., .4
[17] Jurnal Rhida Maulana, Juni 2017, h., .5
[18] Zaelani, Abdul Qadir. Hukum Keluarga di Negara-Negara Muslim Modern, Bandar Lampung : Anugrah Utama Raharja (AURA), 2013, h., 148