Saturday, June 24, 2017

Analisis Putusan Mawaris : UAS Fiqih Mawaris II

Standard


ANALISIS PUTUSAN PERADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN
NOMOR 2810/PDT.G/2013/PA.JS TERKAIT KEWARISAN
ANAK ANGKAT SECARA HUKUM ISLAM

Oleh : Prof. Dr. Winanda Fikri Panemiko, SH. MH

A.    Ketentuan Kewarisan Anak Angkat
Pada zaman jahiliyah, merupakan suatu hal yang lumrah mengangkat seorang anak angkat dan menganggapnya seperti anak kandung sendiri, bahkan menasabkan anak angkat tersebut kepada orang tua angkat, sehingga hal ini berdampak pada akibat kewarisan yang terjadi. Kemudian setelah Islam muncul dengan diturunkannya ayat ke 4-5 dari Surah al-Ahzab, kebiasaan tersebut dilarang oleh Allah Swt.
 …وَمَا جَعَلَ أَدۡعِيَآءَكُمۡ أَبۡنَآءَكُمۡۚ ذَٰلِكُمۡ قَوۡلُكُم بِأَفۡوَٰهِكُمۡۖ وَٱللَّهُ يَقُولُ ٱلۡحَقَّ وَهُوَ يَهۡدِي ٱلسَّبِيلَ ٤ ٱدۡعُوهُمۡ لِأٓبَآئِهِمۡ هُوَ أَقۡسَطُ عِندَ ٱللَّهِۚ فَإِن لَّمۡ تَعۡلَمُوٓاْ ءَابَآءَهُمۡ فَإِخۡوَٰنُكُمۡ فِي ٱلدِّينِ وَمَوَٰلِيكُمۡۚ وَلَيۡسَ عَلَيۡكُمۡ جُنَاحٞ فِيمَآ أَخۡطَأۡتُم بِهِۦ وَلَٰكِن مَّا تَعَمَّدَتۡ قُلُوبُكُمۡۚ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورٗا رَّحِيمًا ٥
Artinya : “Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar). Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Maka dengan turunnya ayat tersebut, sebab hak kewarisan karena pengangkatan anak (adopsi) dihapuskan dan yang diperbolehkan hanyalah terdiri dari hubungan kekerabatan, hubungan tali perkawinan, dan hubungan antara budak dengan yang memerdekannya. Selain dari tiga hubungan tersebut, tidak ada waris atasnya, namun pewaris dapat mewasiatkan maksimal 1/3 hartanya.
Apabila Islam mensyariatkan sebab-sebab kewarisan karena adanya hubungan kekerabatan, hubungan tali perkawinan, dan hubungan antara budak dengan yang memerdekannya. Di Indonesia memiliki ketentuan hukum yang sedikit berbeda, pada Pasal 174 ayat (1) dan (2) Kompilasi Hukum Islam (KHI) menyatakan kewarisan hanya disebabkan karena adanya hubungan darah dan hubungan tali perkawinan. Namun, baik Syari’at Islam maupun Kompilasi Hukum Islam (KHI) satu pendapat dalam hal tidak mencantumkan anak angkat sebagai salah satu ahli waris yang sah.
Akan tetapi, berdasarkan ketentuan KHI Pasal 209 ayat (2) anak angkat dapat memperoleh bagian harta warisan dengan cara mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk mendapatkan sebanyak-banyak 1/3 bagian, apabila tidak menerima wasiat dari orang tua angkatnya, dengan wasiat wajibah.
Dengan demikian, Pasal 209 ayat (2) KHI menegaskan adanya kesempatan bagi anak angkat yang tidak mendapatkan bagian daripada harta peninggalan (warisan) orang tua angkatnya untuk memperoleh maksimal 1/3 bagiannya dengan jalan mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk diberikan wasiat wajibah.

B.     Kronologis Perkara No.2810/Pdt.G/2013/PA.JS
Penggugat dalam surat  gugatannya tanggal  19 Nopember 2013  telah  mengajukan  gugatan waris, yang telah didaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Jakarta Selatan  dengan Nomor 2810/Pdt.G/2013/PA JS pada tanggal 19 Nopember 2013.
Perkara ini adalah gugatan waris terkait kewarisan pasangan suami istri yang bernama almarhum R.H Eddy Djaja Mihardja bin Sambas (Pewaris I) yang wafat di Jakarta, pada tanggal 21 Mei 2005 dan almarhumah Hj. Innah Darsinah binti H.M. Dahlan (Pewaris II) yang wafat di Jakarta, pada tangga 21 Maret 2009.
Almarhum R.H Eddy Djaja Mihardja bin Sambas (Pewaris I) sudah pernah menikah 2 kali seumur hidupnya. Pernikahan pertama dengan Pursita dan telah bercarai pada tahun 1964 dan memiliki keturunan satu orang anak yang bernama Yuliati Puspita binti R.H Eddy Djaja Mihardja (Tergugat I). Menikah yang kedua kalinya dengan Hj. Innah Darsinah binti H.M. Dahlan (Pewaris II) dan tidak memiliki keturunan dan telah mengangkat satu orang anak angkat bernama Dian Puspasari binti H. Nandang Rusdana (Penggugat).
Adapun orang tua R.H Eddy Djaja Mihardja bin Sambas (Pewaris I) adalah pasangan suami istri yang keduanya telah wafat lebih dahulu dari Pewaris I yaitu bernama H. Sambas (ayah) wafat pada tahun 1994 dan Hj. Onis (ibu), wafat pada tahun 1996.
Sedangkan Orang tua Hj. Innah Darsinah binti H.M. Dahlan (Pewaris II) adalah pasangan suami istri yang keduanya telah wafat lebih dahulu dari Pewaris II yaitu bernama H.M Dahlan (ayah), wafat pada tahun 1970 dan Odah (Ibu), wafat pada tahun 1980 dan memiliki 6 orang anak, yaitu: 1) Hj. Innah Darsinah binti H.M. Dahlan (Pewaris II); 2) H. Nandang Rusdana bin H.M. Dahlan (Tergugat III); 3) H.Didi Kusumahardy bin H.M. Dahlan (Tergugat II); 4) Eka Tjahja Permana bin H.M. Dahlan (Tergugat IV); 5) H. Tista Hukama Adzan bin H.M. Dahlan (Tergugat V); 6) Hj. Titien Ambari binti H.M. Dahlan (Tergugat VI).
Dengan demikian, maka ahli waris dari R.H Eddy Djaja Mihardja bin Sambas (Pewaris I) adalah  Hj. Inna Darsinah binti H.M Dahlan (Pewaris II) dan Yulianti Puspita binti R.H Eddy Djaja Mihardja (Tergugat I).
Adapun ahli waris dari Hj. Innah Darsinah binti H.M. Dahlan (Pewaris II) adalah saudara-saudara kandung dari almarhumah, yaitu : 1) H. Nandang Rusdana bin H.M. Dahlan (Tergugat III); 2) H.Didi Kusumahardy bin H.M. Dahlan (Tergugat II); 3) Eka Tjahja Permana bin H.M. Dahlan (Tergugat IV); 4) H. Tista Hukama Adzan bin H.M. Dahlan (Tergugat V); 5) Hj. Titien Ambari binti H.M. Dahlan (Tergugat VI).
Namun para pewaris pernah mengangkat satu orang anak angkat, yang bernama Dian Puspasari binti H. Nandang Rusdana (Penggugat), yaitu anak kandung dari H. Nandang Rusdana bin H.M. Dahlan (Tergugat III) yang merupakan saudara daripada Pewaris II.
Semasa hidupnya, menurut Penggugat, Para Pewaris hanya memiliki sebidang tanah seluas 1332 M2 berikut bangunan di atasnya, yang berlokasi di Jakarta Selatan. Sedangkan para Tergugat menambahkan, bahwa harta peninggalan Para Pewaris adalah termasuk perhiasan emas sebanyak 200 gram, mobil Xenia, tanah dan bangunan seluas 390 M2 di Jawa Barat.
Dan tanpa sepengetahuan Penggugat, harta peninggalan tanah seluas 1332 M2 berikut bangunan di atasnya, yang berlokasi di Jakarta Selatan tersebut, telah dibagikan kepada Para Tergugat saja. Para Tergugat beralasan bahwa Para Pewaris telah mewasiatkan secara lisan tentang bagian Penggugat, berupa perhiasan emas sebanyak 200 gram, mobil Xenia, tanah dan bangunan seluas 390 M2 di Jawa Barat. Padahal, menurut Penggugat, Para Tergugat tidak berhak menentukan objek tersebut sebagai objek waris karena objek tersebut adalah milik Penggugat, dan bukan harta peninggalan Para Pewaris.
Oleh karena itu, penggugat merasa terdzalimi atas tindakan Para Tergugat, maka Penggugat memohon kepada Pengadilan untuk menerima dan mengabulkan Penggugat, untuk menetapkan Penggugat sebagai penerima waiat wajibah dalam kewarisan almarhum R.H Eddy Djaja Mihardja bin Sambas (Pewaris I) dan almarhumah Hj. Innah Darsinah binti H.M. Dahlan (Pewaris II) dengan menerima bagian sebesar porsi wasiat wajibah, yakni 1/3 dari seluruh harta peninggalan Para Pewaris. Namun hal itu dibantah oleh Para Tergugat, mereka beranggapan bahwa Penggugat, bukanlah anak angkat secara hukum, karena tidak memiliki keabsahan secara hukum sebagai anak angkat, dismaping itu Penggugat juga masih memiliki ayah (Tergugat III/Saudara Pewaris II) dan masih mewaris kepada ayahnya, sehingga tidak bisa mendapatkan wasiat wajibah bagi dirinya.

C.    Skema dan Bagan Perkara Waris
1.      Skema dan Bagan Kewarisan Pewaris I

                2.      Skema dan Bagan Kewarisan Pewaris II

       Keterangan :










D.    Putusan Perkara No.2810/Pdt.G/2013/PA.JS
Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Putusan Perkara No.2810/Pdt.G/2013/PA.JS. Menetapkan ahli waris dan bagian sebagai berikut :
1.   Menetapkan Penggugat berhak menerima wasiat wajibah sejumlah 18/132 dari harta                 peninggalan almarhum R.H. Eddy Djajamihardja dan almarhumah Hj. Inna Darsinah.
2.   Menetapkan Ahli Waris dari R.H. Eddy Djajamihardja bin Sambas adalah :
                     a)      Hj. Inna Darsinah binti H.M. Dahlan;  
         b)      Yuliati Puspita binti R.H. Eddy Djajamihardja.
3.   Menetapkan Ahli Waris dari Hj. Inna Darsinah binti H.M. Dahlan adalah :
         a)      H. Nandang Rusdana bin H.M. Dahlan;          
         b)      H. Didi Kusumahardy bin H.M. Dahlan;         
         c)      Eka Tjahja Permana bin H.M. Dahlan;             
         d)     H. Tista Hukama Adzan bin H.M. Dahlan;      
         e)      Hj. Titien Ambari binti H.M. Dahlan.   
Menetapkan harta peninggalan almarhum R.H. Eddy Djajamihardja bin Sambas dan almarhumah Hj. Inna Darsinah binti H.M. Dahlan berupa sebidang tanah seluas 1332  M2  berikut bangunan di atasnya.

E.     Analisa Putusan Perkara No.2810/Pdt.G/2013/PA.JS
Perkara tersebut, mengenai pembagian kewarisan terhadap anak angkat, melalui jalan wasiat wajibah, yaitu maksimal 1/3 bagian harta peninggalan. Dalam putusan ini, penulis mencoba untuk menganalisis dasar putusan pengadilan dan kaitannya dengan kewarisan secara Hukum Islam.
Berdasarkan ketentuan KHI Pasal 171 poin h, anak angkat adalah anak yang dalam pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan Pengadilan.
Pada perkara tersebut, Penggugat adalah anak angkat yang telah diasuh, dirawat, dipelihara serta tinggal bersama dengan Para Pewaris. Selain itu Para Pewaris juga telah memperlakukan Penggugat sebagi anak kandungnya. Namun, tidak ada bukti yang sah berdasarkan putusan Pengadilan mengenai pengalihan tanggung jawab tersebut. Maka, seharusnya secara teori dalam persidangan Penggugat tidak dapat menuntut haknya sebagai anak angkat untuk mendapatkan wasiat wajibah, karena tidak ada bukti yang valid menyatakan hal itu.
Akan tetapi, hakim menilai bahwa pengangkatan anak tidak harus berdasarkan putusan Pengadilan, yang terpenting adalah telah beralih tanggung jawab pengasuhan, pemeliharaan, dan pendidikan anak itu dari orang tua kandung kepada orang tua angkat sehingga anak itu telah diperlakukan layaknya anak kandung oleh orang tua angkatnya, maka telah terjadi pengangkatan anak.
Kemudian mengenai ketentuan ahli waris, berdasarkan KHI Pasal 174, pada ayat (1) dan (2), sebagai berikut
1)      Kelompok-kelompok ahli waris terdiri dari:
a)      Menurut hubungan darah:
-       Golongan laki-laki terdiri dari : ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman dan kakek.
-       Golongan perempuan terdiri dari : ibu, anak perempuan, saudara perempuan dari nenek.
b)      Menurut hubungan perkawinan terdiri dari : duda atau janda.
2)      Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya : anak, ayah, ibu, janda atau duda.
Apabila kita lihat, pada perkara tersebut, Pewaris I sudah tidak memiliki kedua orang tua dan saudara, sehingga tidak bisa mendapatkan bagiannya. Namun, Pewaris I memiliki  2 orang istri, dengan istri yang pertama terjadi perceraian dan  memiliki seorang anak, dan dengan istri yang kedua tidak memiliki anak, tetapi mengangkat satu orang anak angkat. Sehingga, sebelum kematiannya Pewaris I hanya meninggalkan 2 orang ahli waris, yaitu Istri II dan Anak dari Istri Pertama dan 1 orang anak angkat.
Sedangkan bagi Pewaris II, sudah tidak memiliki kedua orang tua dan anak kandung, akan tetapi memiliki 5 orang saudara kandung, 4 orang laki-laki dan 1 orang perempuan. Pewaris II juga pernah menikah 1 kali dan tidak memiliki anak, akan tetapi mengangkat 1 orang anak angkat. Sehingga sebelum kematiannya, Pewaris II hanya meninggalkan ahli waris saudara-saudaranya dan 1 orang anak angkat.
Berdasarkan  uraian tersebut, Keputusan Pengadilan dinilai sudah tepat dan sesuai dengan ketentuan Pasal 174 KHI.
Selanjutnya adalah mengenai bagian ahli waris dan anak angkat  dari Pewaris I dan Pewaris II.

                         I.        Pewaris I meninggalkan 1 orang anak perempuan dan seorang istri, serta 1 orang anak angkat yang sah.
Berdasarkan ketentuan KHI Pasal 96 ayat (1) dinyatakan bahwa, Apabila terjadi cerai mati, maka separuh harta bersama menjadi hak pasangan yang hidup lebih lama. Pada kasus tersebut, sang suami lebih dahulu wafat, sehingga meninggalkan istri ke-II nya, maka istri II berhak mendapatkan 1/2 bagian dari harta bersama selama pernikahan dengan Pewaris I. Ditambah lagi, dengan bagian seorang istri dalam warisan, sesuai ketentuan KHI Pasal 180 dinyatakan bahwa, Janda mendapat seperempat bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak maka janda mendapat seperdelapan bagian. Dengan demikian, diketahui bagian seorang janda (istri yang ditinggal mati suaminya) adalah 1/8 bagian. Sehingga, jumlah total harta yang bisa di dapatkan istri II adalah 1/2 harta bersama + 1/8 harta warisan.
Berdasarkan ketentuan KHI Pasal 176 dinyatakan bahwa, Anak perempuan bila hanya seorang ia mendapat separuh bagian, bila dua orang atau lebih mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian, dan apabila anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki, maka bagian anak laki-laki adalah dua berbanding satu dengan anak perempuan. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa bagian ahli waris anak perempuan dari Pewaris I ialah 1/2 bagian. Karena ahli waris merupakan anak perempuan seorang diri, meskipun anak angkat dari Pewaris I juga perempuan, akan tetapi anak angkat bukan termasuk ahli waris, meskipun dianggap anak kandung.
Sedangkan bagi anak angkat diberikan wasiat wajibah sebagaimana ditentukan dalam pada KHI Pasal 209 ayat (2) Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya. Sehingga apabila melihat kepada Putusan Pengadilan yang telah menetapkan Penggugat sebagai anak angkat, maka Penggugat dapat menerima haknya mendapatkan wasiat wajibah sebesar 1/3 bagian. Akan tetapi, Karena bagian anak angkat lebih besar disbanding ahli waris, sehingga tidak adil. Maka, untuk memenuhi rasa keadilan, ketentuan sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan, diubah agar sesuai dengan dengan jumlah bagian ahli waris yang terkecil, yaitu Istri II sebesar 1/8 bagian.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bagian kewarisannya sebagai berikut :
Ahli Waris
Furudhul Muqaddarah Setelah Diberikan Bagian Harta Bersama
Asal Masalah = 16
Anak Angkat (Penggugat)
1/8 x 1/2 = 1/16
1/16
Istri II
(Pewaris II)
1/8 x 1/2 = 1/16
1/16
Anak Pr Kandung (Tergugat I)
1/2 x 1/2 = 1/4
4/16
Jumlah

6/16 (Radd)

Karena jumlah lebih besar daripada asal masalah maka, terjadi Radd. Di dalam Sistem Kewarisan Islam, dikenal ada 3 pendapat mengenai Radd tersebut.
Imam Syafi’I berpendapat, seluruh harta Radd diberikan kepada Baitul Mal, dalam hal ini maka sisa daripadanya 10/16 harta warisan diberikan kepada Negara, untuk dikelola.
Jumhur Ulama berpendapat, harta Radd dibagikan kembali kepada ahli waris nasabiyah saja, dalam kasus ini ahli waris nasabiyah hanyalah anak perempuan kandung (Tergugat I) daripada Pewaris I, sehingga 10/16 diberikan seutuhnya kepada anak perempuan tersebut, dengan demikian total keseluruhan yang bisa didapatkan adalah 14/16 bagian.
Sedangkan menurut Ulama Kontemporer dan KHI pada Pasal 193, Apabila dalam pembarian harta warisan di antara para ahli waris Dzawil furud menunjukkan bahwa angka pembilang lebih kecil dari angka penyebut, sedangkan tidak ada ahli waris asabah, maka pembagian harta warisan tersebut dilakukan secara rad, yaitu sesuai dengan hak masingmasing ahli waris sedang sisanya dibagi berimbang di antara mereka. Dengan demikian harta Radd diberikan kepada seluruh ahli waris, dalam hal ini harta Radd dibagikan kembali kepada anak angkat (Penggugat), Istri II (Pewaris II), dan Anak Pr Kandung (Tergugat I). Sehingga bagian warisan tersebut menjadi :

Ahli Waris
FM
AM = 8
AM= 6
Total Warisan Setelah Dibagikan Harta Bersama
Anak Angkat (Penggugat)
1/8
1/8
1/6 x 1/2
1/12
Istri II
(Pewaris II)
1/8
1/8
1/6 x 1/2
1/12 + 6/12 = 7/12
Anak Pr Kandung (Tergugat I)
1/2
4/8
4/6 x 1/2
4/12
Jumlah

6/8
6/6
12/12

Semua ahli waris telah mendapatkan porsinya, setengah dari harta bersama, yaitu 6/12. Sedangkan bagi Istri II (Pewaris II) bagian warisannya ditambahkan dengan bagian harta bersama, yaitu 6/12, sehingga menjadi  1/12 + 6/12 = 7/12.
Berdasarkan uraian tersebut, putusan Pengadilan dianggap tepat, karena sesuai dengan ketentuan KHI yang ada di Indonesia.

                      II.        Pewaris II meninggalkan 5 orang saudara kandung, 4 orang laki-laki dan 1 orang perempuan, serta 1 orang anak angkat yang sah.
Berdasarkan ketentuan KHI Pasal 182 dinyatakan bahwa, Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, sedang ia mempunyai satu saudara perempuan kandung atau seayah, maka ua mendapat separoh bagian.  Bila saudara perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara perempuan kandung atau seayah dua orang atau lebih, maka mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian. Bila saudara perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara laki-laki kandung atau seayah, maka bagian saudara laki-laki dua berbanding satu dengan saudara perempuan. Dengan demikian, bagian saudara kandung disesuaikan dengan bagian per kepala, bagi laki-laki 2 dan bagi prempuan 1 bagian.
Berdasarkan ketentuan KHI Pasal KHI Pasal 209 ayat (2) Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya. Anak angkat (Penggugat) dapat menerima haknya mendapatkan wasiat wajibah sebesar-besarnya 1/3 bagian. Namun dalam kasus ini mengikuti bagian ahli waris yang terkecil.
Dengan demikian, pembagian warisan dapat dijabarkan sebagai berikut :
Ahli Waris
FM
Perhitungan
Total Warisan
4 Saudara Kandung Lk (Tergugat II-V)
2 x 4 = 8/10
8/10 x 7/12
56/120 @ 9/120
1 Saudara Kandung Pr (Tergugat VI)
1 x 1 = 1/10
1/10 x 7/12
7/120
Anak Angkat (Penggugat)
1/10
1/10 x 7/12
7/120
Jumlah

10/10
70/120

Perhitungan tersebut, sedikit berbeda dengan Putusan Pengadilan, hakim dengan pertimbangan hukumnya, menilai Tergugat I, yaitu anak dari Suami dan Istri I sebagai orang yang berhak mendapatkan wasiat wajibah. Sehingga, hakim menghitung bagiannya sama dengan Penggugat. Namun, menurut penulis keputusan hakim memasukkan Tergugat I sebagai salah satu orang yang berhak mendapatkan wasiat wajibah dari Pewaris II tidak memenuhi persyaratan untuk mendapatkan bagiannya, karena tidak ada ketentuan dalam KHI yang menyatakan demikian. Karena secara hukum Tergugat I bukanlah anak kandung dari Pewaris II dan bukan juga anak angkat dari Pewaris II, meskipun telah tinggal bersama dengan Pewaris II.

Dengan demikian, Penggugat telah mendapatkan bagiannya sebagai anak angkat melalui wasiat wajibah, baik itu dari Pewaris I dan Pewaris II. Masing-masing mendapat 1/12 bagian dari warisan Pewaris I, dan mendapat 7/120 bagian dari warisan Pewaris II, sehingga total bagian yang didapat dari seluruh harta peninggalan adalah 1/12 + 7/120 = 10/120 + 7/120 = 17/20 bagian dari harta peninggalan almarhum R.H Eddy Djajamiharja (Pewaris I) dan almarhumah Hj. Innah Darsinah (Pewaris II).

Bagi yang ingin mendownload analisis dan lampiran putusan secara lengkapnya, dapat mendownload pada laink di bawah ini :

Analisis Perkara
Lampiran Putusan Perkara No  2810/PDT.G/2013/PA.JS