Sunday, November 25, 2018

Essay "Guru Honorer: Pahlawan Tanpa Tanda Terima Kasih"

Standard

            Sejak dulu, seorang guru selalu dikatikan dengan julukan “pahlawan tanpa tanda jasa”. Sayapun sudah mendengar kalimat tersebut sejak saya memasuki sekolah dasar sekitar 15 tahun yang lalu. Sungguh tinggi rasanya mendapat julukan tersebut di tengah masyarakat Indonesia sejak dahulu. Guru begitu dipuji, disenangi, bahkan dihormati di kalangan masyarakat. Saya sebagai seorang siswa juga amat menghormati profesi guru. Karena guru adalah pembangun generasi bangsa ini untuk menjadi lebih baik melalui jalan pendidikan. Walaupun menjadi seorang guru itu tidak mudah dan harus mengemban tugas negara berat, tetapi masih banyak yang mencita-citakan profesi ini sejak dulu hingga saat ini. Termasuk juga dengan ratusan ribu guru honorer yang masih tetap setia mengabdi untuk negeri dengan sejumlah polemik yang dialami.
            Guru honorer adalah guru yang berstatus tidak tetap di sebuah sekolah atau yayasan. Tugas mereka hampir sama dengan tugas guru pada umumnya. Walaupun dalam mengajar, guru tetap memiliki jadwal mengajar sesuai dengan SK yang mereka dapatkan, namun tidak dengan guru honorer yang fleksibel dalam mengajar serta terkadang mengganti kelas kosong jika guru tetap berhalangan. Tidak banyak perbedaan yang bisa dilihat dengan mata telanjang. Mungkin perbedaan yang nyata dari guru honorer dan guru tetap ada pada 3 hal pokok ini, yaitu ‘status’, ‘perlakuan’, dan ‘kesejahteraan.
            Secara tidak sadar dan kasat mata, memang ada sebuah strata sosial yang tercipta dari sebuah sekolah. Walaupun tidak saling ejek satu sama lain, tetapi memang ini tercipta dengan sendirinya oleh mereka. Kasus yang sering terjadi adalah ketika yang merasa lebih tinggi meminta tolong kepada yang dirasa lebih rendah. Sialnya, mereka tidak bisa menolak walaupun tak ada imbalan apapun pada akhirnya. Menurut apa yang pernah saya alami dan tanyakan kepada beberapa guru honorer, mereka seringkali dimintai bantuan untuk melakukan sesuatu. Parahnya lagi, guru tetap juga menyuruh guru honorer untuk membuatkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) mereka. Ada yang dimintai tolong untuk menggantikan mengajar walau tidak dibayar. Sehingga banyak kasus yang membuat seorang guru honorer memiliki jadwal mengajar yang lebih dari apa yang formalnya ditugaskan.
            Hal lainnya adalah tentang kesejahteraan mereka. Di beberapa daerah dan sekolah, masih banyak guru honorer yang menerima gaji yang tidak humanis di zaman mentropolis ini. Banyak dari mereka masih tidak menerima gaji sesuai dengan UMR yaitu hanya sekitar Rp. 250.000 - Rp. 500.000 saja sebulan. Mungkin untuk memenuhi kebutuhan sebulanpun tidak cukup, belum lagi untuk membeli kuota, bahan bakar, dan biaya operational untuk mengajar di sekolah sangat jauh dari kata cukup. Karena gaji juga merupakan salah satu faktor kualitas serta rasa ikhlas guru dalam mengajar.
            Jadi, setelah perubahan zaman dari dulu hingga kini, dari julukan ‘guru oemar bakri’ pada masa orde baru hingga perjuangan guru honorer, masih banyak PR yang dimiliki pemerintah untuk mensejahterakan dan mengatasi masalah-masalah guru di dunia pendidikan. Guru harus lebih dapat perhatian dari pemerintah karena peran mereka sangat penting untuk membangun bangsa ini. Sebaiknya, guru honorer yang lebih lama pengabdiannya harus lebih didahulukan untuk diangkat menjadi guru tetap. Supaya kualitas pendidikan di Indonesia membaik, juga kesejahteraan mereka yang juga bisa lebih baik. Sehingga sebutan “Pahlawan tanpa tanda jasa” benar-benar mereka miliki di dalam profesi yang mereka geluti dan banggakan menjadi seorang guru.

Penulis : Rangga Krisna Saputra (Mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Pendidikan Ganesha - Singaraja)

0 Comment:

Post a Comment

Kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan