NOMOR
2810/PDT.G/2013/PA.JS TERKAIT KEWARISAN
ANAK ANGKAT SECARA
HUKUM ISLAM
Oleh : Prof. Dr. Winanda Fikri Panemiko, SH. MH
A. Ketentuan
Kewarisan Anak Angkat
Pada
zaman jahiliyah, merupakan suatu hal yang lumrah mengangkat seorang anak angkat
dan menganggapnya seperti anak kandung sendiri, bahkan menasabkan anak angkat
tersebut kepada orang tua angkat, sehingga hal ini berdampak pada akibat
kewarisan yang terjadi. Kemudian setelah Islam muncul dengan diturunkannya ayat
ke 4-5 dari Surah al-Ahzab, kebiasaan tersebut dilarang oleh Allah Swt.
…وَمَا جَعَلَ
أَدۡعِيَآءَكُمۡ أَبۡنَآءَكُمۡۚ ذَٰلِكُمۡ قَوۡلُكُم بِأَفۡوَٰهِكُمۡۖ وَٱللَّهُ
يَقُولُ ٱلۡحَقَّ وَهُوَ يَهۡدِي ٱلسَّبِيلَ ٤ ٱدۡعُوهُمۡ لِأٓبَآئِهِمۡ هُوَ
أَقۡسَطُ عِندَ ٱللَّهِۚ فَإِن لَّمۡ تَعۡلَمُوٓاْ ءَابَآءَهُمۡ فَإِخۡوَٰنُكُمۡ
فِي ٱلدِّينِ وَمَوَٰلِيكُمۡۚ وَلَيۡسَ عَلَيۡكُمۡ جُنَاحٞ فِيمَآ أَخۡطَأۡتُم
بِهِۦ وَلَٰكِن مَّا تَعَمَّدَتۡ قُلُوبُكُمۡۚ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورٗا رَّحِيمًا
٥
Artinya : “Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi
seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu
yang kamu zhihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu
sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di
mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan
(yang benar). Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama
bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak
mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai)
saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap
apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh
hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Maka
dengan turunnya ayat tersebut, sebab hak kewarisan karena pengangkatan anak
(adopsi) dihapuskan dan yang diperbolehkan hanyalah terdiri dari hubungan
kekerabatan, hubungan tali perkawinan, dan hubungan antara budak dengan yang
memerdekannya. Selain dari tiga hubungan tersebut, tidak ada waris atasnya,
namun pewaris dapat mewasiatkan maksimal 1/3 hartanya.
Apabila
Islam mensyariatkan sebab-sebab kewarisan karena adanya hubungan kekerabatan,
hubungan tali perkawinan, dan hubungan antara budak dengan yang memerdekannya.
Di Indonesia memiliki ketentuan hukum yang sedikit berbeda, pada Pasal 174 ayat
(1) dan (2) Kompilasi Hukum Islam (KHI) menyatakan kewarisan hanya disebabkan
karena adanya hubungan darah dan hubungan tali perkawinan. Namun, baik Syari’at
Islam maupun Kompilasi Hukum Islam (KHI) satu pendapat dalam hal tidak
mencantumkan anak angkat sebagai salah satu ahli waris yang sah.
Akan
tetapi, berdasarkan ketentuan KHI Pasal 209 ayat (2) anak angkat dapat memperoleh
bagian harta warisan dengan cara mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk
mendapatkan sebanyak-banyak 1/3 bagian, apabila tidak menerima wasiat dari
orang tua angkatnya, dengan wasiat wajibah.
Dengan
demikian, Pasal 209 ayat (2) KHI menegaskan adanya kesempatan bagi anak angkat
yang tidak mendapatkan bagian daripada harta peninggalan (warisan) orang tua
angkatnya untuk memperoleh maksimal 1/3 bagiannya dengan jalan mengajukan
permohonan kepada pengadilan untuk diberikan wasiat wajibah.
B. Kronologis
Perkara No.2810/Pdt.G/2013/PA.JS
Penggugat dalam
surat gugatannya tanggal 19 Nopember 2013 telah
mengajukan gugatan waris, yang
telah didaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Jakarta Selatan dengan Nomor 2810/Pdt.G/2013/PA JS pada tanggal
19 Nopember 2013.
Perkara ini
adalah gugatan waris terkait kewarisan pasangan suami istri yang bernama
almarhum R.H Eddy Djaja Mihardja bin Sambas (Pewaris I) yang wafat di Jakarta,
pada tanggal 21 Mei 2005 dan almarhumah Hj. Innah Darsinah binti H.M. Dahlan (Pewaris
II) yang wafat di Jakarta, pada tangga 21 Maret 2009.
Almarhum R.H
Eddy Djaja Mihardja bin Sambas (Pewaris I) sudah pernah menikah 2 kali seumur
hidupnya. Pernikahan pertama dengan Pursita dan telah bercarai pada tahun 1964
dan memiliki keturunan satu orang anak yang bernama Yuliati Puspita binti R.H
Eddy Djaja Mihardja (Tergugat I). Menikah yang kedua kalinya dengan Hj. Innah
Darsinah binti H.M. Dahlan (Pewaris II) dan tidak memiliki keturunan dan telah
mengangkat satu orang anak angkat bernama Dian Puspasari binti H. Nandang
Rusdana (Penggugat).
Adapun orang tua
R.H Eddy Djaja Mihardja bin Sambas (Pewaris I) adalah pasangan suami istri yang
keduanya telah wafat lebih dahulu dari Pewaris I yaitu bernama H. Sambas (ayah)
wafat pada tahun 1994 dan Hj. Onis (ibu), wafat pada tahun 1996.
Sedangkan Orang
tua Hj. Innah Darsinah binti H.M. Dahlan (Pewaris II) adalah pasangan suami
istri yang keduanya telah wafat lebih dahulu dari Pewaris II yaitu bernama H.M
Dahlan (ayah), wafat pada tahun 1970 dan Odah (Ibu), wafat pada tahun 1980 dan
memiliki 6 orang anak, yaitu: 1) Hj. Innah Darsinah binti H.M. Dahlan (Pewaris
II); 2) H. Nandang Rusdana bin H.M. Dahlan (Tergugat III); 3) H.Didi
Kusumahardy bin H.M. Dahlan (Tergugat II); 4) Eka Tjahja Permana bin H.M.
Dahlan (Tergugat IV); 5) H. Tista Hukama Adzan bin H.M. Dahlan (Tergugat V); 6)
Hj. Titien Ambari binti H.M. Dahlan (Tergugat VI).
Dengan demikian,
maka ahli waris dari R.H Eddy Djaja Mihardja bin Sambas (Pewaris I) adalah Hj. Inna Darsinah binti H.M Dahlan (Pewaris
II) dan Yulianti Puspita binti R.H Eddy Djaja Mihardja (Tergugat I).
Adapun ahli
waris dari Hj. Innah Darsinah binti H.M. Dahlan (Pewaris II) adalah
saudara-saudara kandung dari almarhumah, yaitu : 1) H. Nandang Rusdana bin H.M.
Dahlan (Tergugat III); 2) H.Didi Kusumahardy bin H.M. Dahlan (Tergugat II); 3)
Eka Tjahja Permana bin H.M. Dahlan (Tergugat IV); 4) H. Tista Hukama Adzan bin
H.M. Dahlan (Tergugat V); 5) Hj. Titien Ambari binti H.M. Dahlan (Tergugat VI).
Namun para
pewaris pernah mengangkat satu orang anak angkat, yang bernama Dian Puspasari
binti H. Nandang Rusdana (Penggugat), yaitu anak kandung dari H. Nandang
Rusdana bin H.M. Dahlan (Tergugat III) yang merupakan saudara daripada Pewaris
II.
Semasa hidupnya,
menurut Penggugat, Para Pewaris hanya memiliki sebidang tanah seluas 1332 M2
berikut bangunan di atasnya, yang berlokasi di Jakarta Selatan. Sedangkan para
Tergugat menambahkan, bahwa harta peninggalan Para Pewaris adalah termasuk
perhiasan emas sebanyak 200 gram, mobil Xenia, tanah dan bangunan seluas 390 M2
di Jawa Barat.
Dan tanpa
sepengetahuan Penggugat, harta peninggalan tanah seluas 1332 M2
berikut bangunan di atasnya, yang berlokasi di Jakarta Selatan tersebut, telah
dibagikan kepada Para Tergugat saja. Para Tergugat beralasan bahwa Para Pewaris
telah mewasiatkan secara lisan tentang bagian Penggugat, berupa perhiasan emas
sebanyak 200 gram, mobil Xenia, tanah dan bangunan seluas 390 M2 di Jawa
Barat. Padahal, menurut Penggugat, Para Tergugat tidak berhak menentukan objek
tersebut sebagai objek waris karena objek tersebut adalah milik Penggugat, dan
bukan harta peninggalan Para Pewaris.
Oleh karena itu,
penggugat merasa terdzalimi atas tindakan Para Tergugat, maka Penggugat memohon
kepada Pengadilan untuk menerima dan mengabulkan Penggugat, untuk menetapkan
Penggugat sebagai penerima waiat wajibah dalam kewarisan almarhum R.H Eddy
Djaja Mihardja bin Sambas (Pewaris I) dan almarhumah Hj. Innah Darsinah binti
H.M. Dahlan (Pewaris II) dengan menerima bagian sebesar porsi wasiat wajibah,
yakni 1/3 dari seluruh harta peninggalan Para Pewaris. Namun hal itu dibantah
oleh Para Tergugat, mereka beranggapan bahwa Penggugat, bukanlah anak angkat
secara hukum, karena tidak memiliki keabsahan secara hukum sebagai anak angkat,
dismaping itu Penggugat juga masih memiliki ayah (Tergugat III/Saudara Pewaris
II) dan masih mewaris kepada ayahnya, sehingga tidak bisa mendapatkan wasiat
wajibah bagi dirinya.
C. Skema
dan Bagan Perkara Waris
1. Skema
dan Bagan Kewarisan Pewaris I
2. Skema
dan Bagan Kewarisan Pewaris II
Keterangan :
D. Putusan Perkara No.2810/Pdt.G/2013/PA.JS
Pengadilan Agama
Jakarta Selatan, Putusan Perkara No.2810/Pdt.G/2013/PA.JS. Menetapkan ahli
waris dan bagian sebagai berikut :
1. Menetapkan Penggugat berhak menerima wasiat wajibah sejumlah 18/132 dari harta peninggalan almarhum R.H. Eddy Djajamihardja dan almarhumah Hj. Inna Darsinah.
2. Menetapkan Ahli Waris dari R.H. Eddy Djajamihardja bin Sambas adalah :
1. Menetapkan Penggugat berhak menerima wasiat wajibah sejumlah 18/132 dari harta peninggalan almarhum R.H. Eddy Djajamihardja dan almarhumah Hj. Inna Darsinah.
2. Menetapkan Ahli Waris dari R.H. Eddy Djajamihardja bin Sambas adalah :
a)
Hj.
Inna Darsinah binti H.M. Dahlan;
b)
Yuliati
Puspita binti R.H. Eddy Djajamihardja.
3. Menetapkan Ahli Waris dari Hj. Inna Darsinah binti H.M. Dahlan adalah :
3. Menetapkan Ahli Waris dari Hj. Inna Darsinah binti H.M. Dahlan adalah :
a)
H.
Nandang Rusdana bin H.M. Dahlan;
b)
H.
Didi Kusumahardy bin H.M. Dahlan;
c)
Eka
Tjahja Permana bin H.M. Dahlan;
d)
H.
Tista Hukama Adzan bin H.M. Dahlan;
e)
Hj.
Titien Ambari binti H.M. Dahlan.
Menetapkan harta
peninggalan almarhum R.H. Eddy Djajamihardja bin Sambas dan almarhumah Hj. Inna
Darsinah binti H.M. Dahlan berupa sebidang tanah seluas 1332 M2
berikut bangunan di atasnya.
E. Analisa
Putusan Perkara No.2810/Pdt.G/2013/PA.JS
Perkara
tersebut, mengenai pembagian kewarisan terhadap anak angkat, melalui jalan
wasiat wajibah, yaitu maksimal 1/3 bagian harta peninggalan. Dalam putusan ini,
penulis mencoba untuk menganalisis dasar putusan pengadilan dan kaitannya
dengan kewarisan secara Hukum Islam.
Berdasarkan
ketentuan KHI Pasal 171 poin h, anak
angkat adalah anak yang dalam pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya
pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada
orang tua angkatnya berdasarkan putusan Pengadilan.
Pada perkara
tersebut, Penggugat adalah anak angkat yang telah diasuh, dirawat, dipelihara
serta tinggal bersama dengan Para Pewaris. Selain itu Para Pewaris juga telah
memperlakukan Penggugat sebagi anak kandungnya. Namun, tidak ada bukti yang sah
berdasarkan putusan Pengadilan mengenai pengalihan tanggung jawab tersebut.
Maka, seharusnya secara teori dalam persidangan Penggugat tidak dapat menuntut
haknya sebagai anak angkat untuk mendapatkan wasiat wajibah, karena tidak ada
bukti yang valid menyatakan hal itu.
Akan tetapi,
hakim menilai bahwa pengangkatan anak tidak harus berdasarkan putusan
Pengadilan, yang terpenting adalah telah beralih tanggung jawab pengasuhan,
pemeliharaan, dan pendidikan anak itu dari orang tua kandung kepada orang tua
angkat sehingga anak itu telah diperlakukan layaknya anak kandung oleh orang
tua angkatnya, maka telah terjadi pengangkatan anak.
Kemudian
mengenai ketentuan ahli waris, berdasarkan KHI Pasal 174, pada ayat (1) dan
(2), sebagai berikut
1)
Kelompok-kelompok
ahli waris terdiri dari:
a)
Menurut
hubungan darah:
-
Golongan
laki-laki terdiri dari : ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman dan
kakek.
-
Golongan
perempuan terdiri dari : ibu, anak perempuan, saudara perempuan dari nenek.
b)
Menurut
hubungan perkawinan terdiri dari : duda atau janda.
2)
Apabila
semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya : anak, ayah,
ibu, janda atau duda.
Apabila kita
lihat, pada perkara tersebut, Pewaris I sudah tidak memiliki kedua orang tua
dan saudara, sehingga tidak bisa mendapatkan bagiannya. Namun, Pewaris I
memiliki 2 orang istri, dengan istri
yang pertama terjadi perceraian dan memiliki seorang anak, dan dengan istri yang
kedua tidak memiliki anak, tetapi mengangkat satu orang anak angkat. Sehingga,
sebelum kematiannya Pewaris I hanya meninggalkan 2 orang ahli waris, yaitu
Istri II dan Anak dari Istri Pertama dan 1 orang anak angkat.
Sedangkan bagi
Pewaris II, sudah tidak memiliki kedua orang tua dan anak kandung, akan tetapi
memiliki 5 orang saudara kandung, 4 orang laki-laki dan 1 orang perempuan.
Pewaris II juga pernah menikah 1 kali dan tidak memiliki anak, akan tetapi
mengangkat 1 orang anak angkat. Sehingga sebelum kematiannya, Pewaris II hanya
meninggalkan ahli waris saudara-saudaranya dan 1 orang anak angkat.
Berdasarkan uraian tersebut, Keputusan Pengadilan dinilai sudah
tepat dan sesuai dengan ketentuan Pasal 174 KHI.
Selanjutnya
adalah mengenai bagian ahli waris dan anak angkat dari Pewaris I dan Pewaris II.
I.
Pewaris
I meninggalkan 1 orang anak perempuan dan seorang istri, serta 1 orang anak
angkat yang sah.
Berdasarkan
ketentuan KHI Pasal 96 ayat (1) dinyatakan bahwa, Apabila terjadi cerai mati, maka separuh harta bersama menjadi hak
pasangan yang hidup lebih lama. Pada kasus tersebut, sang suami lebih
dahulu wafat, sehingga meninggalkan istri ke-II nya, maka istri II berhak
mendapatkan 1/2 bagian dari harta bersama selama pernikahan dengan Pewaris I.
Ditambah lagi, dengan bagian seorang istri dalam warisan, sesuai ketentuan KHI
Pasal 180 dinyatakan bahwa, Janda
mendapat seperempat bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila
pewaris meninggalkan anak maka janda mendapat seperdelapan bagian. Dengan
demikian, diketahui bagian seorang janda (istri yang ditinggal mati suaminya)
adalah 1/8 bagian. Sehingga, jumlah total harta yang bisa di dapatkan istri II
adalah 1/2 harta bersama + 1/8 harta warisan.
Berdasarkan
ketentuan KHI Pasal 176 dinyatakan bahwa, Anak
perempuan bila hanya seorang ia mendapat separuh bagian, bila dua orang atau
lebih mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian, dan apabila anak
perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki, maka bagian anak laki-laki adalah
dua berbanding satu dengan anak perempuan. Dengan demikian, dapat diketahui
bahwa bagian ahli waris anak perempuan dari Pewaris I ialah 1/2 bagian. Karena
ahli waris merupakan anak perempuan seorang diri, meskipun anak angkat dari
Pewaris I juga perempuan, akan tetapi anak angkat bukan termasuk ahli waris,
meskipun dianggap anak kandung.
Sedangkan
bagi anak angkat diberikan wasiat wajibah sebagaimana ditentukan dalam pada KHI
Pasal 209 ayat (2) Terhadap anak angkat yang tidak menerima
wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang
tua angkatnya. Sehingga apabila melihat kepada Putusan Pengadilan yang
telah menetapkan Penggugat sebagai anak angkat, maka Penggugat dapat menerima
haknya mendapatkan wasiat wajibah sebesar 1/3 bagian. Akan tetapi, Karena
bagian anak angkat lebih besar disbanding ahli waris, sehingga tidak adil.
Maka, untuk memenuhi rasa keadilan, ketentuan sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta
warisan, diubah agar sesuai dengan dengan jumlah bagian ahli waris yang
terkecil, yaitu Istri II sebesar 1/8 bagian.
Berdasarkan
uraian diatas, dapat disimpulkan bagian kewarisannya sebagai berikut :
Ahli Waris
|
Furudhul Muqaddarah Setelah Diberikan
Bagian Harta Bersama
|
Asal Masalah = 16
|
Anak
Angkat (Penggugat)
|
1/8 x 1/2 = 1/16
|
1/16
|
Istri
II
(Pewaris
II)
|
1/8 x 1/2 = 1/16
|
1/16
|
Anak
Pr Kandung (Tergugat I)
|
1/2 x 1/2 = 1/4
|
4/16
|
Jumlah
|
6/16 (Radd)
|
Karena
jumlah lebih besar daripada asal masalah maka, terjadi Radd. Di dalam Sistem
Kewarisan Islam, dikenal ada 3 pendapat mengenai Radd tersebut.
Imam
Syafi’I berpendapat, seluruh harta Radd diberikan kepada Baitul Mal, dalam hal
ini maka sisa daripadanya 10/16 harta warisan diberikan kepada Negara, untuk
dikelola.
Jumhur
Ulama berpendapat, harta Radd dibagikan kembali kepada ahli waris nasabiyah
saja, dalam kasus ini ahli waris nasabiyah hanyalah anak perempuan kandung
(Tergugat I) daripada Pewaris I, sehingga 10/16 diberikan seutuhnya kepada anak
perempuan tersebut, dengan demikian total keseluruhan yang bisa didapatkan
adalah 14/16 bagian.
Sedangkan
menurut Ulama Kontemporer dan KHI pada Pasal 193, Apabila dalam pembarian harta warisan di antara para ahli waris Dzawil
furud menunjukkan bahwa angka pembilang lebih kecil dari angka penyebut,
sedangkan tidak ada ahli waris asabah, maka pembagian harta warisan tersebut
dilakukan secara rad, yaitu sesuai dengan hak masingmasing ahli waris sedang
sisanya dibagi berimbang di antara mereka. Dengan demikian harta Radd
diberikan kepada seluruh ahli waris, dalam hal ini harta Radd dibagikan kembali
kepada anak angkat (Penggugat), Istri II (Pewaris II), dan Anak Pr Kandung
(Tergugat I). Sehingga bagian warisan tersebut menjadi :
Ahli Waris
|
FM
|
AM = 8
|
AM= 6
|
Total Warisan Setelah Dibagikan Harta
Bersama
|
Anak
Angkat (Penggugat)
|
1/8
|
1/8
|
1/6 x 1/2
|
1/12
|
Istri
II
(Pewaris
II)
|
1/8
|
1/8
|
1/6 x 1/2
|
1/12 + 6/12 = 7/12
|
Anak
Pr Kandung (Tergugat I)
|
1/2
|
4/8
|
4/6 x 1/2
|
4/12
|
Jumlah
|
6/8
|
6/6
|
12/12
|
Semua ahli waris
telah mendapatkan porsinya, setengah dari harta bersama, yaitu 6/12. Sedangkan
bagi Istri II (Pewaris II) bagian warisannya ditambahkan dengan bagian harta
bersama, yaitu 6/12, sehingga menjadi
1/12 + 6/12 = 7/12.
Berdasarkan
uraian tersebut, putusan Pengadilan dianggap tepat, karena sesuai dengan
ketentuan KHI yang ada di Indonesia.
II.
Pewaris
II meninggalkan 5 orang saudara kandung, 4 orang laki-laki dan 1 orang
perempuan, serta 1 orang anak angkat yang sah.
Berdasarkan
ketentuan KHI Pasal 182 dinyatakan bahwa,
Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, sedang ia mempunyai
satu saudara perempuan kandung atau seayah, maka ua mendapat separoh
bagian. Bila saudara perempuan tersebut
bersama-sama dengan saudara perempuan kandung atau seayah dua orang atau lebih,
maka mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian. Bila saudara perempuan
tersebut bersama-sama dengan saudara laki-laki kandung atau seayah, maka bagian
saudara laki-laki dua berbanding satu dengan saudara perempuan. Dengan
demikian, bagian saudara kandung disesuaikan dengan bagian per kepala, bagi
laki-laki 2 dan bagi prempuan 1 bagian.
Berdasarkan
ketentuan KHI Pasal KHI Pasal
209 ayat (2) Terhadap anak angkat yang
tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta
warisan orang tua angkatnya. Anak angkat (Penggugat) dapat menerima haknya
mendapatkan wasiat wajibah sebesar-besarnya 1/3 bagian. Namun dalam kasus ini
mengikuti bagian ahli waris yang terkecil.
Dengan demikian,
pembagian warisan dapat dijabarkan sebagai berikut :
Ahli Waris
|
FM
|
Perhitungan
|
Total Warisan
|
4
Saudara Kandung Lk (Tergugat II-V)
|
2 x 4 = 8/10
|
8/10 x 7/12
|
56/120 @ 9/120
|
1
Saudara Kandung Pr (Tergugat VI)
|
1 x 1 = 1/10
|
1/10 x 7/12
|
7/120
|
Anak
Angkat (Penggugat)
|
1/10
|
1/10 x 7/12
|
7/120
|
Jumlah
|
10/10
|
70/120
|
Perhitungan
tersebut, sedikit berbeda dengan Putusan Pengadilan, hakim dengan pertimbangan
hukumnya, menilai Tergugat I, yaitu anak dari Suami dan Istri I sebagai orang
yang berhak mendapatkan wasiat wajibah. Sehingga, hakim menghitung bagiannya
sama dengan Penggugat. Namun, menurut penulis keputusan hakim memasukkan
Tergugat I sebagai salah satu orang yang berhak mendapatkan wasiat wajibah dari
Pewaris II tidak memenuhi persyaratan untuk mendapatkan bagiannya, karena tidak
ada ketentuan dalam KHI yang menyatakan demikian. Karena secara hukum Tergugat
I bukanlah anak kandung dari Pewaris II dan bukan juga anak angkat dari Pewaris
II, meskipun telah tinggal bersama dengan Pewaris II.
Dengan demikian,
Penggugat telah mendapatkan bagiannya sebagai anak angkat melalui wasiat
wajibah, baik itu dari Pewaris I dan Pewaris II. Masing-masing mendapat 1/12
bagian dari warisan Pewaris I, dan mendapat 7/120 bagian dari warisan Pewaris
II, sehingga total bagian yang didapat dari seluruh harta peninggalan adalah
1/12 + 7/120 = 10/120 + 7/120 = 17/20 bagian dari harta peninggalan almarhum
R.H Eddy Djajamiharja (Pewaris I) dan almarhumah Hj. Innah Darsinah (Pewaris
II).
Bagi yang ingin mendownload analisis dan lampiran putusan secara lengkapnya, dapat mendownload pada laink di bawah ini :
Analisis Perkara
Lampiran Putusan Perkara No 2810/PDT.G/2013/PA.JS
Bagi yang ingin mendownload analisis dan lampiran putusan secara lengkapnya, dapat mendownload pada laink di bawah ini :
Analisis Perkara
Lampiran Putusan Perkara No 2810/PDT.G/2013/PA.JS