Dalam ber-tasawuf, ada beberapa tingkatan yang harus dilalui untuk mewujukan perwujudan insan kamil, yaitu manusia yang sempurna. Di dalam pembelajaran Aqidah-Filsafat biasa dijelaskan untuk mencapai tingkatan ini dengan istilah Takhalli, Tahalli, dan Tajalli. Semua tahapan-tahapan ini adalah jalan yang akan dilalui oleh orang-orang yang bertasawuf.
Pada perbincangan kali ini, penulis bermaksud memaparkan apa itu Takhalli dan bagaimana cara melakukan Takhalli?
Takhalli adalah proses yang paling pertama dalam ber-tasawuf, dimana seseorang akan melakukan penghancuran jiwa atau dikenal dengan istilah penyucian jiwa, sering disebut Tazkiyatun Nafs. Orang-orang buddha (Buddhisme) menyebutnya dengan istilah kontemplasi (contemplation).
Pada tahap ini seseorang berusaha untuk menundukkan nafsu yang melekat pada dirinya, sehingga nafsu itu dapat dikendalilan oleh dirinya. Sehingga apabila nafsu itu telah ditaklukkan maka segala sesuatu yang bersumber dari orang tersebut akan menjadi sesuatu yang benar-benar baik.
Dalam sebuah hadits yang diriwatkan oleh Ja'far Ash-Shodiq dalam kitabnya Misbah Syari'ah
مَنْ عَرَفَ نَفْسَهُ فَقَدْ عَرَفَ
رَبَّهُ
"Barang siapa yang mengenal dirinya, dia akan mengenal Tuhannya"
Banyak cara untuk melakukan penyujian jiwa (takhalli) ini, diantaranya adalah melakukan "Rabithah". Rabithah adalah melakukan penyucian jiwa dengan ber-tawasul kepada seorang Mursyid yang dianggap dan diyakini merupakan seorang yang dekat dengan Allah. Atau biasa disebut Wali Allah. Seorang Mursyid inilah yang akan membimbing kita untuk mengarahkan pada bentuk pelaksanaan yang benar.
Rabithah secara bahasa berarti bertali, berkait atau berhubungan. Sedangkan dalam pengertian istilah, Rabithah adalah menghubungkan ruhaniah murid dengan ruhaniah Mursyid dengan cara menghadirkan rupa/wajah Mursyid ke hati sanubari murid ketika berdzikir atau beramal guna mendapatkan wasilah dalam rangka perjalanan murid menuju Allah atau terkabulnya do’a. Hal ini dilakukan karena pada ruhaniah Mursyid itu terdapat Arwahul Muqaddasah Rasulullah Saw atau Nur Muhammad. Mereka adalah wasilah atau pengantar menuju Allah.
Karena sesungguhnya hanya orang-orang yang dekat dengan Allah sajalah yang dapat berkomunikasi dengan-Nya. Maka, sebagai selayaknya orang yang awam akan ilmu ghaib akan bernaung kepada Mursyid mereka untuk mendapatkan rahmat dari Allah. Karena sesungguhnya cahaya Allah itu amat kuat, sebagaimana dijelaskan dalam Qur'an Surah an-Nur ayat 35:
... نُّورٌ عَلَىٰ نُورٖۚ يَهۡدِي ٱللَّهُ لِنُورِهِۦ مَن يَشَآءُۚ وَيَضۡرِبُ
ٱللَّهُ ٱلۡأَمۡثَٰلَ لِلنَّاسِۗ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَيۡءٍ عَلِيمٞ ٣٥
"35. ... Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu."
Penulis memisalkan bahawa para Mursyid ini layaknya resistor dalam suatu aliran listrik yang amat besar. Dan Allah merupakan listrik itu. Mudahnya kita sebut PLN dan listrik di perumahan. Apa yang akan terjadi apabila listrik dari PLN yang berjumlah jutaan Watt langsung menuju listrik di perumahan kita? Korslet, bahkan bisa terjadi ledakan karena besarnya voltase yang diterima. Oleh karena itu, dibutuhkan resistor-resistor untuk menghambat besarya voltase, agar dapat digunakan oleh pemilik rumah tersebut.
Seperti itulah perumpamaan fungsi Mursyid kepada muridnya untuk meminta rahmat Allah.
Karena itulah Allah memerintahkan kepada mnausia untuk mencari wasilah-wasilahnya agar dapat mendekatkan diri kepada-Nya. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Qur'an Surah al-Ma'idah ayat 35:
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَٱبۡتَغُوٓاْ إِلَيۡهِ ٱلۡوَسِيلَةَ
وَجَٰهِدُواْ فِي سَبِيلِهِۦ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ ٣٥
"35. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah wasilah yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan."
0 Comment:
Post a Comment
Kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan